Rabu, Agustus 01, 2012

MEDIA PEMBELAJARAN:


KONSEP, FUNGSI, POTENSI, DAN PEMILIHANNYA
Pembelajaran mengandung dua kegiatan dan melibatkan dua pihak, kegiatan yang dimaksud yaitu belajar dan membelajarkan. Belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari interkasi dengan lingkungan untuk mencapai tujuan. Siswa adalah pihak yang menjadi fokus sebagai pelaku belajar, sedangkan guru adalah pihak yang menjadi fokus untuk menciptakan situasi hingga terjadinya proses belajar pada diri siswa.

Belajar dan membelajarkan merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima materi pelajaran. Kedua konsep tersebut akan terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan lingkungan belajar. Belajar yang dilakukan oleh siswa bukan hanya menghafal, bukan pula hanya mengingat, belajar adalah sebuah proses yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku pada diri seseorang. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar dapat ditujukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkahlaku, keterampilan, kecakapan dan kemampuan, daya reaksi, daya penerimaan dan lain-lain yang melibatkan semua aspek siswa. Dengan demikian belajar merupakan proses aktivitas, menuntut aktivitas siswa, belajar menuntut pencapaian tujuan melalui berbagai pengalaman. Dengan demikian, Nana Sudjana (2002) menjelaskan bahwa inti dari upaya mewujudkan aktivitas belajar pada diri siswa adalah harus bertitik tolak pada “Bagaimana upaya guru untuk mengembangkan dan menciptakan serta mengatur situasi yang memungkinkan siswa melakukan proses belajar, sehingga bisa merubah perilaku dalam proses pengajaran”. Dengan demikian peran guru menjadi amat penting untuk keberhasilan proses pembelajaran.
Proses pembelajaran pada dasarnya menuntut kemampuan guru dalam mengendalikan kegiatan belajar siswa. Meski tidak setiap kegiatan belajar siswa bergantung kepada kehadiran guru, namun terdapat hubungan sebab akibat antara guru mengajar dan murid belajar. Oleh karena itu, salah satu tanggung jawab guru dalam proses pembelajaran adalah merancang dan melaksanakan proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga para peserta didik dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya proses pembelajaran formal dalam semua tingkatan termasuk di Sekolah Dasar, menggunakan komunikasi tatap muka langsung (face to face) dengan menggunakan bahasa lisan. Profesionalisme guru dalam berbahasa lisan merupakan modal utama yang harus dimiliki sehingga para peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan mudah, menyenangkan dan mampu menyimak apa yang diucapkan guru, termasuk memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, apabila kita hanya menggunakan bahasa lisan saja, akan muncul sejumlah persolan, baik yang muncul dari keterbatasan guru itu sendiri, sifat dan karakteristik bahan ajar, dan suasana dimana proses pembelajaran sedang berlangsung. Terlebih pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar, secara psikologis anak pada jenjang pendidikan awal menuntut informasi yang jelas, tidak verbalistik, sederhana dan pola pembelajaran menyenangkan (joyfull learning) serta sesuai dengan keterampilan berpikir siswa. Keterampilan berpikir terdiri dari keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks. Menurut Presseisen (dalam Costa, 1985), proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir rasional dimana proses berpikir rasional merupakan sekumpulan proses mental dari yang sederhana menuju yang kompleks. Sementara itu menurut Novak (1979), proses berpikir dasar meliputi proses mental yang merupakan gambaran berpikir rasional yang terdiri dari sepuluh kemampuan yaitu menghafal (recalling), membayangkan (imagining), mengelompokkan (classifiying), menggeneralisasikan (generalizing), membandingkan (comparing), mengevaluasi (evaluating), menganalisis (analizing), mensintesis (synthesizing), mendeduksi (deducing), dan menyimpulkan (infering).

Menciptakan pembelajaran yang efektif dengan keterlibatan siswa agar terjadi optimalisasi belajar dan cara menumbuhkan keterampilan dasar dan keterampilan komplek pada siswa, bukan sesuatu yang mudah. Hal ini memerlukan aspek lain yang bukan hanya kemampuan verbal melainkan pelibatan berbagai sumber belajar (learning resources) yang digunakan siswa dengan kehadiran dan penggunaan secara tepat. Oleh karena itu, diperlukan media pembelajaran sebagai bagian dari sumber belajar. Media pembelajaran bermanfaat untuk melengkapi, memelihara dan bahkan meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran yang sedang berlangsung, penggunaan media dalam pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar, meningkatkan aktivitas siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa. Ketepatan penggunaan media pembelajaran tidak terlepas dari pemahaman kita terhadap ragam dan karakteristik media tersebut. Setiap jenis media pembelajaran memiliki kekhasan tersendiri. Hal ini perlu dijadikan bagian kemampuan dan keterampilan guru sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki menuju guru yang profesional.

A.      Konsep tentang Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ’perantara’ atau ’pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely (1971) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan alat-alat grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual dan verbal.
Media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran (Djamarah, 2002: 137). Sedangkan pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 17). Jadi, media pembelajaran adalah media yang digunakan pada proses pembelajaran sebagai penyalur pesan antara guru dan siswa agar tujuan pengajaran tercapai.
Kata media dalam “media pembelajaran” secara harfiah berarti perantara atau pengantar; sedangkan kata pembelajaran diartikan sebagai suatu kondisi yang diciptakan untuk membuat seseorang melakukan suatu kegiatan belajar”. Dengan demikian, media pembelajaran memberikan penekanan pada posisi media sebagai wahana penyalur pesan atau informasi belajar untuk mengkondisikan seseorang untuk belajar. Dengan kata lain, pada saat kegiatan belajar berlangsung bahan belajar (learning matterial) yang diterima siswa diperoleh melalui media. Hal ini sesuai dengan pendapat Lesle J. Briggs (1979) yang menyatakan bahwa media pembelajaran sebagai “the physical means of conveying instructional content..book, films, videotapes, etc. Lebih jauh Briggs menyatakan media adalah “alat untuk memberi perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Sedangkan mengenai efektifitas media, Brown (1970) menggaris bawahi bahwa media yang digunakan guru atau siswa dengan baik dapat mempengaruhi efektifitas proses belajar dan mengajar.
Schramm (1977) mengemukakan bahwa media merupakan “information carrying technologies that can be used for instruction… The media of instruction, consequently are the extension of the teacher.” (informasi yang dikemas dan disajikan melalui perangkat teknologi dapat digunakan untuk kepentingan pembelajaran… Sebagai konsekuensinya adalah bahwa media pembelajaran merupakan perpanjangan dari fungsi dan peranan guru”. Sedangkan Briggs (1977) mengemukakan bahwa media merupakan “the physical means of conveying instructional content … books, films, videotapes, slide-tapes, etc.” (media merupakan wadah untuk menyalurkan materi pembelajaran … misalnya buku, film, kaset video, dan program slide).
Istilah media pembelajaran mencakup istilah media dan pembelajaran. Istilah media atau medium secara sederhana dapat dikemukakan sebagai perantara, pengantar, atau wahana. Karena itu dapatlah dikatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan/informasi dari sumber kepada penerima (Rahardjo, 1984). Sedangkan istilah pembelajaran mengandung makna bahwa ada proses atau interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Dalam hal ini, sumber belajar menurut Miarso (1984) dapat berupa orang (misalnya guru, instruktur, widyaiswara, atau seseorang yang memiliki pengetahuan atau keterampilan tertentu) atau dapat juga berupa bukan orang (misalnya: lingkungan, media, teknik atau prosedur/bahan.
Media pembelajaran menurut Rahardjo (1984) berarti segala sesuatu, baik yang sengaja dirancang (media by utilization) maupun yang telah tersedia (media by design), baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan (materi pelajaran) dari sumber (misalnya guru) kepada penerima (peserta didik) sehingga membuat atau membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Masing-masing jenis media mempunyai karakteristik tertentu, atau setiap media mempunyai keunikannya sendiri-sendiri. Tidak ada satu jenis media yang tepat/cocok untuk menyajikan semua jenis materi pelajaran. Jenis media tertentu hanya tepat untuk menyajikan jenis materi pelajaran tertentu tetapi tidak untuk menyajikan materi pelajaran lainnya.
Berkaitan dengan pengertian media, beberapa ahli melakukan klasifikasi tentang media sesuai dengan karakteristik atau ciri utamanya. Salah satu klasifikasi jenis media yang banyak digunakan adalah sebagaimana yang dikemukakan Bretz (1971). Berdasarkan ciri utama atau karakteristiknya, Bretz (1971) mengklasifikasikan media menjadi 3 unsur pokok, yatu suara, bentuk visual, dan gerak. Masing-masing unsur pokok yang dikandung media masih dapat dirinci lagi sehingga pada akhirnya Bretz mengemukakan ada 7 klasifikasi media, yaitu: (a) media cetak, (b) media audio, (c) media visual diam, (d) media visual gerak, (e) media audio semi gerak, (f) media audiovisual diam, dan (g) media audiovisual gerak (Bretz, 1971).
Ada juga ahli yang mengelompokkan media ke dalam media transmisi dan media rekaman. Media transmisi mencakup radio dan televisi. Sedangkan media rekaman mencakup media kaset audio dan kaset video (Bretz, 1971). Ahli lain melakukan pengelompokan media ke dalam media cetak dan media non-cetak. Media cetak dapat berupa buku, modul, brosur, atau surat kabar. Sedangkan media non-cetak dapat dikelompokkan lagi ke dalam (a) media transmisi, (b) media proyeksi, (c) media rekaman, dan (d) media berbasis komputer. Media rekaman juga masih dapat dikelompokkan ke dalam media audio dan video. Tabel 1 berikut ini diberikan sebagai salah satu contoh pengklasifikasian media.

Tabel 1: Pengklasifikasian Media
Klasifikasi
Jenis Media
Media yang diproyeksikan
Overhead Transparancy, slide, Opaque
Media yang tidak diproyeksikan
Realia, model, bahan grafis, display
Media rekaman
Kaset audio, kaset video,
Media berbasis komputer
Computer-assisted instruction (pembelajaran berbantuan komputer)
Multimedia kit
Perangkat praktikum
Media berbasis jaringan
Internet

Dari uraian tersebut di atas dapatlah dikemukakan bahwa media pembelajaran merupakan wadah atau wahana yang digunakan (oleh guru, instruktur, dosen, widyaiswara) untuk menyalurkan pesan/materi pembelajaran kepada peserta didik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa televisi, radio, Overhead Transparancy (OHT), kaset audio, kaset video, dan komputer merupakan wahana fisik (physical means) yang dapat digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran. Dalam kaitan ini, yang perlu disiati adalah bagaimana memilih dan memanfaatkan media pembelajaran dengan baik sehingga kegiatan pembelajaran menjadi kegiatan yang menyenangkan, dan pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar peserta didik.

B.      Potensi Media Pembelajaran
Pada perkembangan awal, media diartikan hanya sebatas alat bantu yang digunakan guru untuk mengelola kegiatan belajar-mengajar. Alat bantu ini adalah berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual kepada peserta didik sehingga dapat mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak, dan mempertinggi daya serap atau retensi belajar peserta didik. Dalam kaitan media sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, Rahardjo (1984) merujuk pemikiran Edgar Dale yang merumuskan klasifikasi pengalaman belajar dari tingkat yang paling konkrit ke tingkat yang paling abstrak.
Lebih jauh Rahardjo (1984) mengemukakan bahwa media pembelajaran merupakan bagian dari sistem pembelajaran yang mempunyai nilai-nilai praktis berupa kemampuan/keterampilan untuk:
1)    membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan sistem peredaran darah;
2)   membawa objek yang berbahaya atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar, seperti binatang-binatang buas atau penguin dari kutub selatan;
3)   menampilkan objek yang terlalu besar, seperti pasar, candi borobudur;
4)   menampilkan objek yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, seperti mikro organisme;
5)    mengamati gerakan yang terlalu cepat, misalnya dengan slow motion atau time-lapse photography;
6)   memungkinkan peserta didik berinteraksi langsung dengan lingkungannya;
7)    memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar peserta didik;
8)   membangkitkan motivasi belajar peserta didik;
9)   menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan; dan/atau
10) menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak, mengatasi batasan waktu maupun ruang.

C.      Manfaat dan Fungsi Media
Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dan siswa sehingga kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara khusus ada beberapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton (dalam Depdiknas, 2003) mengidentifikasikan beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu:
1.    Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan.
2.    Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.
3.    Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4.    Efisiensi dalam waktu dan tenaga.
5.    Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
6.    Media memungkinkan proses belajar dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.
7.    Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar.
8.    Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif.

Fungsi media pembelajaran antara lain:
1.    Menyampaikan informasi dalam proses belajar mengajar.
2.    Melengkapi dan memperkaya informasi dalam kegiatan belajar mengajar.
3.    Mendorong motivasi belajar.
4.    Menambah variasi dalam penyajian materi.
5.    Menambah pengertian nyata tentang suatu pengetahuan.
6.    Memungkinkan siswa memilih kegiatan belajar sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
7.    Mudah dicerna dan tahan lama dalam menyerap pesan-pesan (informasinya sangat membekas dan tidak mudah lupa) (Rohani, 1997: 9).

Media dalam kegiatan pembelajaran di kelas (classroom instruction) dapat berfungsi sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau bahkan pengganti guru (substitusi) (Siahaan, 2002).
1.        Suplemen (Tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan) apabila guru atau peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan media pembelajaran atau tidak untuk materi pelajaran tertentu. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi guru atau peserta didik untuk memanfaatkan media pembelajaran. Sekalipun sifatnya opsional, guru yang memanfaatkan media pembelajaran secara tepat untuk membelajarkan para peserta didiknya atau para peserta didik sendiri yang berupaya mencari dan kemudian memanfaatkan media pembelajaran tentulah akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
2.       Komplemen (Pelengkap)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila media pembelajaran diprogramkan untuk melengkapi atau menunjang materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti media pembelajaran diprogramkan sebagai materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional. Media pembelajaran dikatakan sebagai enrichment apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan media pembelajaran tertentu yang memang secara khusus dikembangkan untuk kepentingan para peserta didik. Tujuannya adalah untuk lebih memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas. Dikatakan sebagai program remedial apabila kepada para peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan media pembelajaran yang memang secara khusus dirancang untuk kepentingan para peserta didik. Tujuannya agar para peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.
3.       Substitusi (Pengganti)
Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada para peserta didiknya. Tujuannya agar para peserta didik dapat secara luwes mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari peserta didik. Ada 3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional) yang kemungkinan juga disertai dengan pemanfaatan media pembelajaran, (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui media pembelajaran yang disajikan melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui media pembelajaran yang disajikan melalui internet.
Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih peserta didik tidak menjadi masalah dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi perkuliahan mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika peserta didik dapat menyelesaikan program perkuliahannya dan lulus melalui cara konvensional di bawah bimbingan dosen atau sepenuhnya belajar melalui internet, atau bahkan belajar melalui perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama. Keadaan yang sangat luwes ini dinilai sangat membantu peserta didik untuk mempercepat penyelesaian perkuliahannya.

D.     Pemilihan Media Pembelajaran
Pemilihan media pembelajaran, baik yang akan dirancang maupun yang akan dibeli, hendaknya memperhatikan beberapa pertimbangan berikut ini.

1.        Kesesuaian dengan Materi Kurikulum dan Karakteristik Media
Sewaktu akan memilih jenis media yang akan dikembangkan atau dibeli, yang perlu diperhatikan adalah jenis materi yang mana yang terdapat di dalam kurikulum yang dinilai perlu ditunjang oleh media. Kemudian dilakukan telaah terhadap jenis media apa yang tepat untuk menyajikan materi pelajaran tertentu yang dikehendaki sebagaimana yang terdapat di dalam kurikulum.
Salah satu prinsip pemilihan media adalah bahwa tidak ada jenis media apa pun yang cocok atau tepat untuk menyajikan semua materi pelajaran. Sebagai contoh pelajaran bahasa Inggris. Untuk bidang kemampuan berbahasa mendengarkan/menyimak (listening skill), media yang lebih tepat untuk digunakan adalah media kaset audio. Sedangkan untuk kemampuan berbahasa menulis atau tata bahasa, media yang lebih tepat untuk menyajikan materi pembelajarannya adalah media cetak.
Sedangkan media video dinilai lebih tepat untuk menyajikan materi pelajaran antara lain yang berkaitan dengan proses yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata, misalnya proses peredaran darah atau proses pencernaan makanan pada pelajaran Biologi. Melalui teknik animasi pada program video, proses peredaran darah atau pencernaan makanan dapat divisualisasikan sehingga akan membantu mempermudah peserta didik memahaminya. Atau untuk menjelaskan profil kehidupan binatang buas misalnya, maka media video merupakan jenis media yang lebih tepat untuk menyajikannya.

2.       Keterjangkauan dalam Pembiayaan
Dalam pengembangan atau pengadaan media pembelajaran hendaknya juga dipertimbangkan aspek ketersediaan anggaran penunjangnya. Kalau memang harus membuat sendiri medianya, hendaknya juga dipikirkan siapa di antara para guru yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan jenis media pembelajaran yang dibutuhkan. Kalau tidak ada, maka perlu dijajaki berapa biaya pembuatan media yang dibutuhkan tersebut jika harus dikerjakan pembuatannya oleh pihak lain.
Apabila dinilai penting untuk mengirimkan guru tertentu mengikuti pelatihan tentang pengembangan jenis media yang dibutuhkan sekolah, yang perlu dipertimbangkan adalah berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengikuti pelatihan. Hal lainnya yang perlu dipertimbangkan pula adalah apakah guru yang akan dikirim untuk mengikuti pelatihan tersebut mempunyai waktu yang memadai, baik selama pelatihan berlangsung maupun dalam mengembangkan media pembelajaran yang dibutuhkan sekolah.
Selain biaya untuk pengembangan atau pengadaan media pembelajaran, hendaknya juga dipertimbangkan apakah nantinya peralatan yang dibutuhkan untuk memanfaatkan media pembelajaran yang akan dikembangkan atau dibeli tersebut sudah tersedia di sekolah. Apabila belum, maka biaya untuk pengadaan peralatan pemanfaatan medianya perlu dikaji, apakah dana yang tersedia masih juga dapat mengakomodasikannya. Manakala tidak mencukupi biayanya, maka perlu ditentukan prioritas mana yang akan lebih dahulu dipenuhi.

3.       Ketersediaan Peralatan Pemanfaatan Media Pembelajaran
Tidak terlalu bermanfaat untuk merancang dan mengembangkan media secanggih apa pun jika tidak didukung oleh ketersediaan peralatan pemanfaatannya di sekolah. Apa artinya tersedia media pembelajaran online misalnya, apabila di sekolah tidak tersedia perangkat komputer dan fasilitas koneksi ke internet dan juga didukung oleh fasilitas Local Area Network (LAN). Sebaliknya, pemilihan media pembelajaran sederhana (misalnya: media kaset audio) untuk dirancang dan dikembangkan akan jauh lebih bermanfaat karena peralatan/fasilitas pemanfaatannya telah tersedia di sekolah atau mudah diperoleh di masyarakat.
Selain ketersediaan peralatan/fasilitas pemanfaatan media, sumber energi yang diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan perlu juga dipertimbangkan. Apabila listrik belum masuk sekolah, tentunya yang menjadi fokus pemikiran adalah pengembangan media sederhana yang tidak harus membutuhkan energi listrik. Dalam hal ini tentunya yang diprioritaskan adalah media sederhana yang peralatan pemanfaatannya dapat dioperasikan dengan menggunakan energi batere, misalnya. Demikian juga dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan media sederhana tidaklah terlalu sulit.

4.       Ketersediaan Media Pembelajaran di Pasaran
Karena promosi dan peragaan yang sangat mengagumkan atau mempesona atau menjanjikan (promising) yang dilakukan oleh tenaga marketing misalnya, sekolah langsung tertarik untuk membeli media pembelajaran yang ditawarkan. Namun sebelum membeli media pembelajarannya (program), tenaga marketing meyakinkan pimpinan sekolah untuk terlebih dahulu membeli peralatan pemanfaatannya. Setelah peralatan pemanfaatan ini dibeli oleh sekolah misalnya, ternyata di antara para guru tidak ada atau belum ada yang tahu tentang cara-cara mengoperasikannya. Di samping itu, media pembelajaran yang ditawarkan ternyata tidak mudah didapatkan di pasaran, harus memesan terlebih dahulu. Pemesanan ini tentunya juga membutuhkan waktu yang tidak cepat.
Setelah media pembelajaran yang dipesan diterima sekolah dan kemudian dilakukan telaah, dapat saja terjadi bahwa kandungan materi pelajarannya sedikit sekali yang relevan dengan kebutuhan peserta didik (dangkal atau melebar). Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa materi pelajaran yang dikemas di dalam media yang dipesan memang sangat cocok dan membantu mempermudah peserta didik memahami materi pelajaran. Namun, yang menjadi masalah dalam hal ini adalah tidak mudahnya mendapatkan media pembelajaran tersebut di pasaran.

5.       Kemudahan Memanfaatkan Media Pembelajaran
Aspek lain yang juga penting dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah kemudahan guru atau peserta didik untuk memanfaatkannya. Tidak akan terlalu bermanfaat apabila media pembelajaran yang dikembangkan sendiri maupun yang dikontrakkan pembuatannya (atau dibeli) tetapi tidak mudah dimanfaatkan baik oleh guru maupun peserta didik. Media pembelajaran yang akan dikembangkan atau dibeli haruslah yang memang mudah dimanfaatkan. Tidak ada gunanya apabila media pembelajaran yang dibeli hanya dijadikan sebagai pajangan di sekolah.
Manakala media pembelajaran yang akan dibeli sekolah membutuhkan pelatihan tertentu bagi guru, maka hendaknya pelatihan tersebut tidak terlalu membebani guru. Artinya, media pembelajaran yang dibutuhkan tersebut sebenarnya telah familiar bagi guru, namun para guru membutuhkan sedikit waktu untuk mempelajari cara-cara memanfaatkannya. Atau, dapat saja bahwa guru yang telah memiliki kesiapan dalam arti pengetahuan dan keterampilan tentang media pembelajaran yang akan dibeli sekolah, diberi prioritas untuk melakukan pemanfaatannya di kelas. Guru inilah yang kemudian diminta untuk melatih teman-teman guru lainnya.



E.      Sikap Guru terhadap Media Pembelajaran
Ada beberapa kecenderungan sikap guru terhadap kemungkinan pemanfaatan media pembelajaran di dalam proses belajar-mengajar. Ada 5 fungsi/peranan media pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, yaitu sebagai berikut:
1)    Guru menjabarkan isi kurikulum ke dalam satuan pelajaran (lesson plan) yang disajikan guru kepada para peserta didik. Dalam kaitan ini, guru merupakan satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didiknya. Guru adalah pemegang kendali sepenuhnya tentang keseluruhan proses belajar-mengajar. Para peserta didik juga sangat tergantung pada kehadiran guru di dalam kelas. Secara ekstrim, tiada guru berarti tidak terjadi kegiatan belajar-mengajar karena guru adalah sumber belajar tunggal bagi peserta didik di sekolah. Dalam keadaan yang demikian ini, guru dapat saja mengembangkan sikap yang resisten terhadap kehadiran media pembelajaran karena dinilai akan mengambil alih perannya sebagai guru. Berarti media pembelajaran menjadi kompetitor bagi guru dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar.
2)   Guru dan media membagi fungsi/peranan secara seimbang dalam membelajarkan para peserta didiknya. Isi kurikulum yang harus dipelajari para peserta didik dijabarkan ke dalam 2 komponen, yaitu komponen guru di satu sisi dan komponen media di sisi lain. Materi pelajaran yang bagaimana yang secara optimal dapat disajikan oleh guru kepada para peserta didiknya, maka materi pelajaran tersebut sepenuhnya menjadi tanggungjawab guru. Demikian juga halnya dengan media pembelajaran. Dalam kaitan ini, guru memperlakukan media pembelajaran sebagai mitranya dalam membelajarkan para peserta didik. Ada pembagian peran/fungsi yang seimbang antara guru dan media pembelajaran. Pembagian peran/fungsi yang jelas antara guru dan media pembelajaran dalam menyajikan isi kurikulum kepada peserta didik adalah model yang ideal. Untuk dapat tiba pada model ideal ini memang diperlukan beberapa tahapan kegiatan, misalnya sosialisasi media pembelajaran, pelatihan guru tentang pengembangan dan pemanfaatan media pembelajaran, pengadaan media pembelajaran dan peralatannya, pelatihan cara-cara pengoperasian pemanfaatan media pembelajaran, sampai dengan berkembangnya media-minded di kalangan para guru dan Kepala Sekolah. Apabila keadaan yang demikian ini telah tercapai (para guru dan Kepala Sekolah telah media-minded) di mana para guru dan Kepala Sekolah telah meyakini bahwa media pembelajaran dapat membantu guru memudahkan para peserta didik untuk memahami materi pelajaran, maka terciptalah kondisi yang kondusif untuk pembagian peran/fungsi yang jelas dan seimbang antara guru dan media pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar.
3)   Guru dan media pembelajaran berada dalam kotak yang sama. Isi kurikulum dijabarkan guru ke dalam materi pembelajaran yang berbentuk satuan pelajaran (lesson plan) untuk disajikan kepada para peserta didik. Penggunaan media pembelajaran adalah sepenuhnya tergantung pada sikap guru dan atau penugasan yang diberikan oleh Kepala Sekolah. Apabila guru memandang tidak perlu memanfaatkan media pembelajaran, maka tidak akan terjadi pemanfaatan media pembelajaran di dalam kelas. Sebaliknya dapat terjadi bahwa apabila guru memandang perlu untuk memanfaatkan media pembelajaran untuk menunjang materi pelajaran tertentu, maka guru akan memanfaatkan media. Atau, pemanfaatan media pembelajaran dilakukan karena adanya instruksi dari Kepala Sekolah. Dalam kaitan ini, guru masih tetap berperan sangat dominan untuk menentukan apakah akan memanfaatkan media pembelajaran atau tidak di dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas. Fungsi/peranan media pembelajaran tidak  digariskan secara jelas, tetapi sangat tergantung pada sikap guru dan Kepala Sekolah.
4)   Media mempunyai fungsi/peranan yang sangat besar dan guru hanya berperan/berfungsi sebagai fasilitator apabila peserta didik membutuhkannya. Isi kurikulum dijabarkan ke dalam berbagai jenis media oleh para ahli materi pelajaran dari perguruan tinggi (subject-matter specialists), guru mata pelajaran dari sekolah (subject-matter teacher), dan ahli media pembelajaran (instructional media specialists), dan ahli pengembangan kurikulum (curriculum development specialists). Dalam pola pembelajaran ini, media merupakan sumber belajar utama bagi peserta didik. Sedangkan fungsi guru sangat terbatas, yaitu memfasilitasi kegiatan pembelajaran apabila ada peserta didik yang mengalami kesulitan atau masalah (fasilitator). Materi pelajaran yang dikemas ke dalam media pembelajaran dilakukan secara profesional sehingga memungkinkan dipelajari oleh para peserta didik secara mandiri. Pada umumnya, media pembelajaran yang berfungsi sebagai sumber belajar utama dikemas dalam bentuk media cetak (modul). Apabila ada media pembelajaran lainnya yang digunakan, maka fungsinya hanya sebagai media penunjang terhadap media cetak. Peserta didik lebih banyak berinteraksi dengan media pembelajaran dalam kegiatan belajarnya. Manakala menemui kesulitan atau masalah, maka peserta didik dapat menemui guru atau nara sumber untuk mendiskusikannya.
5)    Dalam kondisi tertentu, isi kurikulum yang perlu dipelajari para peserta didik dijabarkan oleh para ahli pembelajaran dan ahli media ke dalam beberapa jenis  media pembelajaran. Para peserta didik dapat langsung berinteraksi dengan media pembelajaran yang berfungsi sebagai pengganti guru. Beberapa lembaga pendidikan dan atau pelatihan telah menerapkan model kegiatan pembelajaran di mana materi pembelajaran sepenuhnya dikemas ke dalam media. Tentu saja media yang digunakan dapat bervariasi disesuaikan dengan jenis materi pelajarannya itu sendiri dan juga dengan karakteristik media yang digunakan. Media pembelajaran yang digunakan dapat berupa media cetak ditunjang media kaset audio, media cetak ditunjang media audio dan video, media cetak ditunjang dengan media compact disc (CD) atau video-compact disc (VCD), atau media internet. Di samping itu, para peserta didik juga masih dimungkinkan untuk mendapatkan layanan bantuan belajar melalui komunikasi dengan nara sumber apabila mereka mengalami kesulitan dalam kegiatan belajarnya.

Dari kelima pola pembelajaran yang telah diuraikan di atas tampaklah bahwa media pembelajaran yang diperlakukan sebagai mitra oleh guru ada pada pola pembelajaran No. 2. Guru menjabarkan isi kurikulum ke dalam dua bagian, yaitu yang akan dikemas dan disajikan sendiri kepada peserta didiknya dan bagian yang lain adalah yang dirancang dan disajikan melalui media. Dalam hal ini, tentunya dilakukan pemilahan materi pelajaran. Materi pelajaran yang memang cocok untuk disajikan melalui media sesuai dengan potensi dan karakteristiknya, maka biarlah materi pelajaran tersebut menjadi tanggungjawab media. Apabila materi pelajaran tertentu dinilai lebih sesuai untuk disajikan guru, maka biarlah materi pelajaran tersebut menjadi tanggungjawab guru. Di sinilah pembagian fungsi/peranan yang jelas dan seimbang antara guru dan media pembelajaran.
Pada pola pembelajaran No. 3 terbukalah peluang apakah guru meyakini perlu adanya fungsi/peran media pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas di samping dirinya atau sebaliknya, guru memandang media pembelajaran sebagai pelengkap atau tempelan saja. Manakala pemahaman guru berkembang positif terhadap media pembelajaran, maka secara bertahap guru akan melakukan pembagian tugas atau peran dengan media dalam membelajarkan peserta didiknya. Tetapi jika guru berpendapat bahwa media sebagai sesuatu yang merepotkan dirinya dalam membelajarkan peserta didiknya, maka yang menjadi kecenderungan guru adalah guru secara bertahap akan mulai memperlakukan media pembelajaran sebagai rival atau saingan dalam membelajarkan peserta didik. Posisi guru yang demikian ini akan cenderung bergerak ke posisi guru pada pola pembelajaran No. 1.
Fungsi atau peranan guru pada pola pembelajaran No. 1 adalah sebagai satu-satunya sumber belajar dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dapat saja terjadi kekhawatiran di dalam diri guru tentang kemungkinan media pembelajaran akan menggeser atau bahkan menggantikan fungsi atau peranannya sebagai guru. Kekhawatiran guru yang demikian ini akan menggiring dirinya memperlakukan media pembelajaran sebagai saingan atau kompetitor dalam membelajarkan peserta didik.
Akhirnya, persoalan apakah media pembelajaran dapat menjadi mitra atau kompetitor bagi guru adalah sangat tergantung pada pemahaman dan sikap guru terhadap fungsi atau peranan media pembelajaran di samping tentunya peranan dari para pengambil kebijakan.

*****

Tidak ada komentar: