KONSEP, FUNGSI, POTENSI, DAN PEMILIHANNYA
Pembelajaran mengandung dua kegiatan dan
melibatkan dua pihak, kegiatan yang dimaksud yaitu belajar dan membelajarkan.
Belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari interkasi dengan
lingkungan untuk mencapai tujuan. Siswa adalah pihak yang menjadi fokus sebagai
pelaku belajar, sedangkan guru adalah pihak yang menjadi fokus untuk
menciptakan situasi hingga terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Belajar dan membelajarkan merupakan dua
konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa
yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima materi pelajaran.
Kedua konsep tersebut akan terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi
interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan
lingkungan belajar. Belajar yang dilakukan oleh siswa bukan hanya menghafal,
bukan pula hanya mengingat, belajar adalah sebuah proses yang ditandai dengan
adanya perubahan perilaku pada diri seseorang. Perubahan perilaku sebagai hasil
belajar dapat ditujukan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan,
pemahaman, sikap dan tingkahlaku, keterampilan, kecakapan dan kemampuan, daya
reaksi, daya penerimaan dan lain-lain yang melibatkan semua aspek siswa. Dengan
demikian belajar merupakan proses aktivitas, menuntut aktivitas siswa, belajar
menuntut pencapaian tujuan melalui berbagai pengalaman. Dengan demikian, Nana
Sudjana (2002) menjelaskan bahwa inti dari upaya mewujudkan aktivitas belajar pada
diri siswa adalah harus bertitik tolak pada “Bagaimana upaya guru untuk
mengembangkan dan menciptakan serta mengatur situasi yang memungkinkan siswa
melakukan proses belajar, sehingga bisa merubah perilaku dalam proses
pengajaran”. Dengan demikian peran guru menjadi amat penting untuk keberhasilan
proses pembelajaran.
Proses pembelajaran pada dasarnya
menuntut kemampuan guru dalam mengendalikan kegiatan belajar siswa. Meski tidak
setiap kegiatan belajar siswa bergantung kepada kehadiran guru, namun terdapat
hubungan sebab akibat antara guru mengajar dan murid belajar. Oleh karena itu,
salah satu tanggung jawab guru dalam proses pembelajaran adalah merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga para peserta didik
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada umumnya proses pembelajaran
formal dalam semua tingkatan termasuk di Sekolah Dasar, menggunakan komunikasi
tatap muka langsung (face to face) dengan menggunakan bahasa lisan.
Profesionalisme guru dalam berbahasa lisan merupakan modal utama yang harus
dimiliki sehingga para peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan
mudah, menyenangkan dan mampu menyimak apa yang diucapkan guru, termasuk
memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Namun demikian, apabila kita
hanya menggunakan bahasa lisan saja, akan muncul sejumlah persolan, baik yang
muncul dari keterbatasan guru itu sendiri, sifat dan karakteristik bahan ajar,
dan suasana dimana proses pembelajaran sedang berlangsung. Terlebih
pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar, secara psikologis anak pada jenjang
pendidikan awal menuntut informasi yang jelas, tidak verbalistik, sederhana dan
pola pembelajaran menyenangkan (joyfull learning) serta sesuai dengan
keterampilan berpikir siswa. Keterampilan berpikir terdiri dari keterampilan
berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks. Menurut Presseisen (dalam
Costa, 1985), proses berpikir dasar merupakan gambaran dari proses berpikir
rasional dimana proses berpikir rasional merupakan sekumpulan proses mental
dari yang sederhana menuju yang kompleks. Sementara itu menurut Novak (1979),
proses berpikir dasar meliputi proses mental yang merupakan gambaran berpikir
rasional yang terdiri dari sepuluh kemampuan yaitu menghafal (recalling),
membayangkan (imagining), mengelompokkan (classifiying),
menggeneralisasikan (generalizing), membandingkan (comparing),
mengevaluasi (evaluating), menganalisis (analizing), mensintesis (synthesizing),
mendeduksi (deducing), dan menyimpulkan (infering).
Menciptakan pembelajaran yang efektif
dengan keterlibatan siswa agar terjadi optimalisasi belajar dan cara
menumbuhkan keterampilan dasar dan keterampilan komplek pada siswa, bukan
sesuatu yang mudah. Hal ini memerlukan aspek lain yang bukan hanya kemampuan
verbal melainkan pelibatan berbagai sumber belajar (learning resources) yang
digunakan siswa dengan kehadiran dan penggunaan secara tepat. Oleh karena itu,
diperlukan media pembelajaran sebagai bagian dari sumber belajar. Media
pembelajaran bermanfaat untuk melengkapi, memelihara dan bahkan meningkatkan
kualitas dan proses pembelajaran yang sedang berlangsung, penggunaan media
dalam pembelajaran akan meningkatkan hasil belajar, meningkatkan aktivitas
siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa. Ketepatan penggunaan media
pembelajaran tidak terlepas dari pemahaman kita terhadap ragam dan
karakteristik media tersebut. Setiap jenis media pembelajaran memiliki kekhasan
tersendiri. Hal ini perlu dijadikan bagian kemampuan dan keterampilan guru
sesuai dengan kompetensi yang harus dimiliki menuju guru yang profesional.
A.
Konsep tentang Media
Pembelajaran
Kata media berasal
dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’,
’perantara’ atau ’pengantar’. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely (1971)
mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia,
materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus,
pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan alat-alat
grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun
kembali informasi visual dan verbal.
Media adalah
alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai
tujuan pengajaran (Djamarah, 2002: 137). Sedangkan pembelajaran adalah proses,
cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2002: 17). Jadi, media pembelajaran adalah media yang
digunakan pada proses pembelajaran sebagai penyalur pesan antara guru dan siswa
agar tujuan pengajaran tercapai.
Kata media dalam “media pembelajaran”
secara harfiah berarti perantara atau pengantar; sedangkan kata pembelajaran
diartikan sebagai suatu kondisi yang diciptakan untuk membuat seseorang
melakukan suatu kegiatan belajar”. Dengan demikian, media pembelajaran
memberikan penekanan pada posisi media sebagai wahana penyalur pesan atau
informasi belajar untuk mengkondisikan seseorang untuk belajar. Dengan kata
lain, pada saat kegiatan belajar berlangsung bahan belajar (learning
matterial) yang diterima siswa diperoleh melalui media. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lesle J. Briggs (1979) yang menyatakan bahwa media pembelajaran
sebagai “the physical means of conveying instructional content..book, films,
videotapes, etc. Lebih jauh Briggs menyatakan media adalah “alat untuk
memberi perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar. Sedangkan mengenai
efektifitas media, Brown (1970) menggaris bawahi bahwa media yang digunakan
guru atau siswa dengan baik dapat mempengaruhi efektifitas proses belajar dan
mengajar.
Schramm (1977)
mengemukakan bahwa media merupakan “information carrying technologies that
can be used for instruction… The media of instruction, consequently are the
extension of the teacher.” (informasi yang dikemas dan disajikan melalui
perangkat teknologi dapat digunakan untuk kepentingan pembelajaran… Sebagai
konsekuensinya adalah bahwa media pembelajaran merupakan perpanjangan dari
fungsi dan peranan guru”. Sedangkan Briggs (1977) mengemukakan bahwa media
merupakan “the physical means of conveying instructional content … books,
films, videotapes, slide-tapes, etc.” (media merupakan wadah untuk
menyalurkan materi pembelajaran … misalnya buku, film, kaset video, dan program
slide).
Istilah media
pembelajaran mencakup istilah media dan pembelajaran. Istilah media atau medium
secara sederhana dapat dikemukakan sebagai perantara, pengantar, atau wahana.
Karena itu dapatlah dikatakan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat
menyampaikan pesan/informasi dari sumber kepada penerima (Rahardjo, 1984). Sedangkan
istilah pembelajaran mengandung makna bahwa ada proses atau interaksi antara
seseorang atau sekelompok orang dengan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Dalam hal ini, sumber belajar
menurut Miarso (1984) dapat berupa orang (misalnya guru, instruktur,
widyaiswara, atau seseorang yang memiliki pengetahuan atau keterampilan
tertentu) atau dapat juga berupa bukan orang (misalnya: lingkungan, media,
teknik atau prosedur/bahan.
Media pembelajaran
menurut Rahardjo (1984) berarti segala sesuatu, baik yang sengaja dirancang (media
by utilization) maupun yang telah tersedia (media by design), baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan (materi pelajaran) dari sumber (misalnya guru) kepada
penerima (peserta didik) sehingga membuat atau membantu peserta didik melakukan
kegiatan belajar. Masing-masing jenis media mempunyai karakteristik tertentu,
atau setiap media mempunyai keunikannya sendiri-sendiri. Tidak ada satu jenis
media yang tepat/cocok untuk menyajikan semua jenis materi pelajaran. Jenis
media tertentu hanya tepat untuk menyajikan jenis materi pelajaran tertentu
tetapi tidak untuk menyajikan materi pelajaran lainnya.
Berkaitan dengan
pengertian media, beberapa ahli melakukan klasifikasi tentang media sesuai
dengan karakteristik atau ciri utamanya. Salah satu klasifikasi jenis media
yang banyak digunakan adalah sebagaimana yang dikemukakan Bretz (1971).
Berdasarkan ciri utama atau karakteristiknya, Bretz (1971) mengklasifikasikan
media menjadi 3 unsur pokok, yatu suara, bentuk visual, dan gerak.
Masing-masing unsur pokok yang dikandung media masih dapat dirinci lagi
sehingga pada akhirnya Bretz mengemukakan ada 7 klasifikasi media, yaitu: (a)
media cetak, (b) media audio, (c) media visual diam, (d) media visual gerak,
(e) media audio semi gerak, (f) media audiovisual diam, dan (g) media
audiovisual gerak (Bretz, 1971).
Ada juga ahli yang
mengelompokkan media ke dalam media transmisi dan media rekaman. Media
transmisi mencakup radio dan televisi. Sedangkan media rekaman mencakup media
kaset audio dan kaset video (Bretz, 1971). Ahli lain melakukan pengelompokan
media ke dalam media cetak dan media non-cetak. Media cetak dapat berupa buku,
modul, brosur, atau surat kabar. Sedangkan media non-cetak dapat dikelompokkan
lagi ke dalam (a) media transmisi, (b) media proyeksi, (c) media rekaman, dan
(d) media berbasis komputer. Media rekaman juga masih dapat dikelompokkan ke
dalam media audio dan video. Tabel 1 berikut ini diberikan sebagai salah satu
contoh pengklasifikasian media.
Tabel 1: Pengklasifikasian Media
Klasifikasi
|
Jenis Media
|
Media yang diproyeksikan
|
Overhead
Transparancy, slide, Opaque
|
Media yang tidak diproyeksikan
|
Realia,
model, bahan grafis, display
|
Media rekaman
|
Kaset
audio, kaset video,
|
Media berbasis komputer
|
Computer-assisted
instruction (pembelajaran berbantuan komputer)
|
Multimedia kit
|
Perangkat
praktikum
|
Media berbasis jaringan
|
Internet
|
Dari uraian tersebut di
atas dapatlah dikemukakan bahwa media pembelajaran merupakan wadah atau wahana
yang digunakan (oleh guru, instruktur, dosen, widyaiswara) untuk menyalurkan
pesan/materi pembelajaran kepada peserta didik. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa televisi, radio, Overhead Transparancy (OHT), kaset audio, kaset
video, dan komputer merupakan wahana fisik (physical means) yang dapat
digunakan untuk menyajikan materi pembelajaran. Dalam kaitan ini, yang perlu
disiati adalah bagaimana memilih dan memanfaatkan media pembelajaran dengan
baik sehingga kegiatan pembelajaran menjadi kegiatan yang menyenangkan, dan
pada akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
B.
Potensi Media
Pembelajaran
Pada
perkembangan awal, media diartikan hanya sebatas alat bantu yang digunakan guru
untuk mengelola kegiatan belajar-mengajar. Alat bantu ini adalah berupa sarana
yang dapat memberikan pengalaman visual kepada peserta didik sehingga dapat
mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak,
dan mempertinggi daya serap atau retensi belajar peserta didik. Dalam kaitan
media sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, Rahardjo (1984) merujuk
pemikiran Edgar Dale yang merumuskan klasifikasi pengalaman belajar dari
tingkat yang paling konkrit ke tingkat yang paling abstrak.
Lebih jauh
Rahardjo (1984) mengemukakan bahwa media pembelajaran merupakan bagian dari
sistem pembelajaran yang mempunyai nilai-nilai praktis berupa
kemampuan/keterampilan untuk:
1) membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya
untuk menjelaskan sistem peredaran darah;
2) membawa objek yang berbahaya atau sukar
didapat ke dalam lingkungan belajar, seperti binatang-binatang buas atau
penguin dari kutub selatan;
3) menampilkan objek yang terlalu besar, seperti
pasar, candi borobudur;
4) menampilkan objek yang tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang, seperti mikro organisme;
5) mengamati gerakan yang terlalu cepat,
misalnya dengan slow motion atau time-lapse photography;
6) memungkinkan peserta didik berinteraksi
langsung dengan lingkungannya;
7) memungkinkan keseragaman pengamatan dan
persepsi bagi pengalaman belajar peserta didik;
8) membangkitkan motivasi belajar peserta didik;
9) menyajikan informasi belajar secara konsisten
dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan; dan/atau
10) menyajikan pesan atau informasi belajar secara
serempak, mengatasi batasan waktu maupun ruang.
C.
Manfaat dan Fungsi
Media
Secara umum, manfaat media dalam proses
pembelajaran adalah memperlancar interaksi antara guru dan siswa sehingga
kegiatan pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara khusus ada
beberapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton (dalam Depdiknas,
2003) mengidentifikasikan beberapa manfaat media dalam pembelajaran yaitu:
1. Penyampaian materi pelajaran dapat
diseragamkan.
2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan
menarik.
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif.
4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga.
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
6. Media memungkinkan proses belajar dapat
dilakukan di mana saja dan kapan saja.
7. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa
terhadap materi dan proses belajar.
8. Mengubah peran guru ke arah yang lebih
positif dan produktif.
Fungsi media pembelajaran antara lain:
1. Menyampaikan informasi dalam proses belajar
mengajar.
2. Melengkapi dan memperkaya informasi dalam
kegiatan belajar mengajar.
3. Mendorong motivasi belajar.
4. Menambah variasi dalam penyajian materi.
5. Menambah pengertian nyata tentang suatu
pengetahuan.
6. Memungkinkan siswa memilih kegiatan belajar
sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.
7. Mudah dicerna dan tahan lama dalam menyerap
pesan-pesan (informasinya sangat membekas dan tidak mudah lupa) (Rohani, 1997:
9).
Media dalam
kegiatan pembelajaran di kelas (classroom instruction) dapat berfungsi
sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/opsional, pelengkap (komplemen), atau
bahkan pengganti guru (substitusi) (Siahaan, 2002).
1.
Suplemen
(Tambahan)
Dikatakan
berfungsi sebagai suplemen (tambahan) apabila guru atau peserta didik mempunyai
kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan media pembelajaran atau tidak untuk
materi pelajaran tertentu. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi
guru atau peserta didik untuk memanfaatkan media pembelajaran. Sekalipun
sifatnya opsional, guru yang memanfaatkan media pembelajaran secara tepat untuk
membelajarkan para peserta didiknya atau para peserta didik sendiri yang
berupaya mencari dan kemudian memanfaatkan media pembelajaran tentulah akan
memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan.
2. Komplemen (Pelengkap)
Dikatakan
berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila media pembelajaran diprogramkan
untuk melengkapi atau menunjang materi pembelajaran yang diterima peserta didik
di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai komplemen berarti media pembelajaran
diprogramkan sebagai materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi
peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional. Media
pembelajaran dikatakan sebagai enrichment apabila kepada peserta didik
yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan
guru secara tatap muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk
memanfaatkan media pembelajaran tertentu yang memang secara khusus dikembangkan
untuk kepentingan para peserta didik. Tujuannya adalah untuk lebih memantapkan
tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru
di dalam kelas. Dikatakan sebagai program remedial apabila kepada para
peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan
guru secara tatap muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan
untuk memanfaatkan media pembelajaran yang memang secara khusus dirancang untuk
kepentingan para peserta didik. Tujuannya agar para peserta didik semakin lebih
mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.
3. Substitusi (Pengganti)
Beberapa perguruan
tinggi di negara-negara maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan
pembelajaran/perkuliahan kepada para peserta didiknya. Tujuannya agar para
peserta didik dapat secara luwes mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai
dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari peserta didik. Ada 3 alternatif
model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik, yaitu: (1)
sepenuhnya secara tatap muka (konvensional) yang kemungkinan juga disertai
dengan pemanfaatan media pembelajaran, (2) sebagian secara tatap muka dan
sebagian lagi melalui media pembelajaran yang disajikan melalui internet, atau
bahkan (3) sepenuhnya melalui media pembelajaran yang disajikan melalui
internet.
Alternatif model
pembelajaran mana pun yang akan dipilih peserta didik tidak menjadi masalah
dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi perkuliahan mendapatkan
pengakuan atau penilaian yang sama. Jika peserta didik dapat menyelesaikan
program perkuliahannya dan lulus melalui cara konvensional di bawah bimbingan
dosen atau sepenuhnya belajar melalui internet, atau bahkan belajar melalui
perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara pendidikan akan
memberikan pengakuan yang sama. Keadaan yang sangat luwes ini dinilai sangat
membantu peserta didik untuk mempercepat penyelesaian perkuliahannya.
D.
Pemilihan Media
Pembelajaran
Pemilihan media
pembelajaran, baik yang akan dirancang maupun yang akan dibeli, hendaknya
memperhatikan beberapa pertimbangan berikut ini.
1.
Kesesuaian dengan Materi
Kurikulum dan Karakteristik Media
Sewaktu akan
memilih jenis media yang akan dikembangkan atau dibeli, yang perlu diperhatikan
adalah jenis materi yang mana yang terdapat di dalam kurikulum yang dinilai
perlu ditunjang oleh media. Kemudian dilakukan telaah terhadap jenis media apa
yang tepat untuk menyajikan materi pelajaran tertentu yang dikehendaki
sebagaimana yang terdapat di dalam kurikulum.
Salah satu
prinsip pemilihan media adalah bahwa tidak ada jenis media apa pun yang cocok
atau tepat untuk menyajikan semua materi pelajaran. Sebagai contoh pelajaran
bahasa Inggris. Untuk bidang kemampuan berbahasa mendengarkan/menyimak (listening
skill), media yang lebih tepat untuk digunakan adalah media kaset audio.
Sedangkan untuk kemampuan berbahasa menulis atau tata bahasa, media yang lebih
tepat untuk menyajikan materi pembelajarannya adalah media cetak.
Sedangkan media
video dinilai lebih tepat untuk menyajikan materi pelajaran antara lain yang
berkaitan dengan proses yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata, misalnya
proses peredaran darah atau proses pencernaan makanan pada pelajaran Biologi.
Melalui teknik animasi pada program video, proses peredaran darah atau
pencernaan makanan dapat divisualisasikan sehingga akan membantu mempermudah
peserta didik memahaminya. Atau untuk menjelaskan profil kehidupan binatang
buas misalnya, maka media video merupakan jenis media yang lebih tepat untuk
menyajikannya.
2. Keterjangkauan dalam Pembiayaan
Dalam
pengembangan atau pengadaan media pembelajaran hendaknya juga dipertimbangkan
aspek ketersediaan anggaran penunjangnya. Kalau memang harus membuat sendiri
medianya, hendaknya juga dipikirkan siapa di antara para guru yang mempunyai
pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan jenis media pembelajaran yang
dibutuhkan. Kalau tidak ada, maka perlu dijajaki berapa biaya pembuatan media
yang dibutuhkan tersebut jika harus dikerjakan pembuatannya oleh pihak lain.
Apabila dinilai
penting untuk mengirimkan guru tertentu mengikuti pelatihan tentang
pengembangan jenis media yang dibutuhkan sekolah, yang perlu dipertimbangkan
adalah berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengikuti pelatihan. Hal lainnya yang
perlu dipertimbangkan pula adalah apakah guru yang akan dikirim untuk mengikuti
pelatihan tersebut mempunyai waktu yang memadai, baik selama pelatihan
berlangsung maupun dalam mengembangkan media pembelajaran yang dibutuhkan
sekolah.
Selain biaya
untuk pengembangan atau pengadaan media pembelajaran, hendaknya juga
dipertimbangkan apakah nantinya peralatan yang dibutuhkan untuk memanfaatkan
media pembelajaran yang akan dikembangkan atau dibeli tersebut sudah tersedia
di sekolah. Apabila belum, maka biaya untuk pengadaan peralatan pemanfaatan
medianya perlu dikaji, apakah dana yang tersedia masih juga dapat
mengakomodasikannya. Manakala tidak mencukupi biayanya, maka perlu ditentukan
prioritas mana yang akan lebih dahulu dipenuhi.
3.
Ketersediaan
Peralatan Pemanfaatan Media Pembelajaran
Tidak terlalu
bermanfaat untuk merancang dan mengembangkan media secanggih apa pun jika tidak
didukung oleh ketersediaan peralatan pemanfaatannya di sekolah. Apa artinya
tersedia media pembelajaran online misalnya, apabila di sekolah tidak
tersedia perangkat komputer dan fasilitas koneksi ke internet dan juga didukung
oleh fasilitas Local Area Network (LAN). Sebaliknya, pemilihan media
pembelajaran sederhana (misalnya: media kaset audio) untuk dirancang dan
dikembangkan akan jauh lebih bermanfaat karena peralatan/fasilitas
pemanfaatannya telah tersedia di sekolah atau mudah diperoleh di masyarakat.
Selain
ketersediaan peralatan/fasilitas pemanfaatan media, sumber energi yang
diperlukan untuk mengoperasikan peralatan pemanfaatan perlu juga
dipertimbangkan. Apabila listrik belum masuk sekolah, tentunya yang menjadi
fokus pemikiran adalah pengembangan media sederhana yang tidak harus
membutuhkan energi listrik. Dalam hal ini tentunya yang diprioritaskan adalah
media sederhana yang peralatan pemanfaatannya dapat dioperasikan dengan
menggunakan energi batere, misalnya. Demikian juga dengan pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk mengembangkan media sederhana tidaklah
terlalu sulit.
4. Ketersediaan Media Pembelajaran di Pasaran
Karena promosi
dan peragaan yang sangat mengagumkan atau mempesona atau menjanjikan (promising)
yang dilakukan oleh tenaga marketing misalnya, sekolah langsung tertarik untuk
membeli media pembelajaran yang ditawarkan. Namun sebelum membeli media
pembelajarannya (program), tenaga marketing meyakinkan pimpinan sekolah untuk
terlebih dahulu membeli peralatan pemanfaatannya. Setelah peralatan pemanfaatan
ini dibeli oleh sekolah misalnya, ternyata di antara para guru tidak ada atau
belum ada yang tahu tentang cara-cara mengoperasikannya. Di samping itu, media
pembelajaran yang ditawarkan ternyata tidak mudah didapatkan di pasaran, harus
memesan terlebih dahulu. Pemesanan ini tentunya juga membutuhkan waktu yang
tidak cepat.
Setelah media
pembelajaran yang dipesan diterima sekolah dan kemudian dilakukan telaah, dapat
saja terjadi bahwa kandungan materi pelajarannya sedikit sekali yang relevan
dengan kebutuhan peserta didik (dangkal atau melebar). Sebaliknya, dapat juga
terjadi bahwa materi pelajaran yang dikemas di dalam media yang dipesan memang
sangat cocok dan membantu mempermudah peserta didik memahami materi pelajaran.
Namun, yang menjadi masalah dalam hal ini adalah tidak mudahnya mendapatkan
media pembelajaran tersebut di pasaran.
5. Kemudahan Memanfaatkan Media Pembelajaran
Aspek lain yang
juga penting dipertimbangkan dalam pemilihan media adalah kemudahan guru atau
peserta didik untuk memanfaatkannya. Tidak akan terlalu bermanfaat apabila
media pembelajaran yang dikembangkan sendiri maupun yang dikontrakkan
pembuatannya (atau dibeli) tetapi tidak mudah dimanfaatkan baik oleh guru
maupun peserta didik. Media pembelajaran yang akan dikembangkan atau dibeli
haruslah yang memang mudah dimanfaatkan. Tidak ada gunanya apabila media
pembelajaran yang dibeli hanya dijadikan sebagai pajangan di sekolah.
Manakala media
pembelajaran yang akan dibeli sekolah membutuhkan pelatihan tertentu bagi guru,
maka hendaknya pelatihan tersebut tidak terlalu membebani guru. Artinya, media
pembelajaran yang dibutuhkan tersebut sebenarnya telah familiar bagi
guru, namun para guru membutuhkan sedikit waktu untuk mempelajari cara-cara
memanfaatkannya. Atau, dapat saja bahwa guru yang telah memiliki kesiapan dalam
arti pengetahuan dan keterampilan tentang media pembelajaran yang akan dibeli
sekolah, diberi prioritas untuk melakukan pemanfaatannya di kelas. Guru inilah
yang kemudian diminta untuk melatih teman-teman guru lainnya.
E.
Sikap Guru terhadap
Media Pembelajaran
Ada beberapa kecenderungan sikap guru terhadap kemungkinan
pemanfaatan media pembelajaran di dalam proses belajar-mengajar. Ada 5
fungsi/peranan media pembelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas,
yaitu sebagai berikut:
1) Guru
menjabarkan isi kurikulum ke dalam satuan pelajaran (lesson plan) yang
disajikan guru kepada para peserta didik. Dalam kaitan ini, guru merupakan
satu-satunya sumber belajar bagi para peserta didiknya. Guru adalah pemegang
kendali sepenuhnya tentang keseluruhan proses belajar-mengajar. Para peserta
didik juga sangat tergantung pada kehadiran guru di dalam kelas. Secara
ekstrim, tiada guru berarti tidak terjadi kegiatan belajar-mengajar karena guru
adalah sumber belajar tunggal bagi peserta didik di sekolah. Dalam keadaan yang
demikian ini, guru dapat saja mengembangkan sikap yang resisten terhadap
kehadiran media pembelajaran karena dinilai akan mengambil alih perannya
sebagai guru. Berarti media pembelajaran menjadi kompetitor bagi guru dalam
mengelola kegiatan belajar-mengajar.
2) Guru
dan media membagi fungsi/peranan secara seimbang dalam membelajarkan para
peserta didiknya. Isi kurikulum yang harus dipelajari para peserta didik
dijabarkan ke dalam 2 komponen, yaitu komponen guru di satu sisi dan komponen
media di sisi lain. Materi pelajaran yang bagaimana yang secara optimal dapat
disajikan oleh guru kepada para peserta didiknya, maka materi pelajaran
tersebut sepenuhnya menjadi tanggungjawab guru. Demikian juga halnya dengan
media pembelajaran. Dalam kaitan ini, guru memperlakukan media pembelajaran
sebagai mitranya dalam membelajarkan para peserta didik. Ada pembagian
peran/fungsi yang seimbang antara guru dan media pembelajaran. Pembagian
peran/fungsi yang jelas antara guru dan media pembelajaran dalam menyajikan isi
kurikulum kepada peserta didik adalah model yang ideal. Untuk dapat tiba pada
model ideal ini memang diperlukan beberapa tahapan kegiatan, misalnya
sosialisasi media pembelajaran, pelatihan guru tentang pengembangan dan
pemanfaatan media pembelajaran, pengadaan media pembelajaran dan peralatannya,
pelatihan cara-cara pengoperasian pemanfaatan media pembelajaran, sampai dengan
berkembangnya media-minded di kalangan para guru dan Kepala Sekolah. Apabila
keadaan yang demikian ini telah tercapai (para guru dan Kepala Sekolah telah media-minded)
di mana para guru dan Kepala Sekolah telah meyakini bahwa media
pembelajaran dapat membantu guru memudahkan para peserta didik untuk memahami
materi pelajaran, maka terciptalah kondisi yang kondusif untuk pembagian
peran/fungsi yang jelas dan seimbang antara guru dan media pembelajaran dalam
kegiatan belajar-mengajar.
3) Guru
dan media pembelajaran berada dalam kotak yang sama. Isi kurikulum dijabarkan
guru ke dalam materi pembelajaran yang berbentuk satuan pelajaran (lesson
plan) untuk disajikan kepada para peserta didik. Penggunaan media
pembelajaran adalah sepenuhnya tergantung pada sikap guru dan atau penugasan
yang diberikan oleh Kepala Sekolah. Apabila guru memandang tidak perlu
memanfaatkan media pembelajaran, maka tidak akan terjadi pemanfaatan media
pembelajaran di dalam kelas. Sebaliknya dapat terjadi bahwa apabila guru
memandang perlu untuk memanfaatkan media pembelajaran untuk menunjang materi pelajaran
tertentu, maka guru akan memanfaatkan media. Atau, pemanfaatan media
pembelajaran dilakukan karena adanya instruksi dari Kepala Sekolah. Dalam
kaitan ini, guru masih tetap berperan sangat dominan untuk menentukan apakah
akan memanfaatkan media pembelajaran atau tidak di dalam kegiatan
belajar-mengajar di kelas. Fungsi/peranan media pembelajaran tidak digariskan secara jelas, tetapi sangat
tergantung pada sikap guru dan Kepala Sekolah.
4) Media
mempunyai fungsi/peranan yang sangat besar dan guru hanya berperan/berfungsi
sebagai fasilitator apabila peserta didik membutuhkannya. Isi kurikulum
dijabarkan ke dalam berbagai jenis media oleh para ahli materi pelajaran dari
perguruan tinggi (subject-matter specialists), guru mata pelajaran dari
sekolah (subject-matter teacher), dan ahli media pembelajaran (instructional
media specialists), dan ahli pengembangan kurikulum (curriculum
development specialists). Dalam pola pembelajaran ini, media merupakan
sumber belajar utama bagi peserta didik. Sedangkan fungsi guru sangat terbatas,
yaitu memfasilitasi kegiatan pembelajaran apabila ada peserta didik yang
mengalami kesulitan atau masalah (fasilitator). Materi pelajaran yang dikemas
ke dalam media pembelajaran dilakukan secara profesional sehingga memungkinkan dipelajari
oleh para peserta didik secara mandiri. Pada umumnya, media pembelajaran yang
berfungsi sebagai sumber belajar utama dikemas dalam bentuk media cetak
(modul). Apabila ada media pembelajaran lainnya yang digunakan, maka fungsinya
hanya sebagai media penunjang terhadap media cetak. Peserta didik lebih banyak
berinteraksi dengan media pembelajaran dalam kegiatan belajarnya. Manakala
menemui kesulitan atau masalah, maka peserta didik dapat menemui guru atau nara
sumber untuk mendiskusikannya.
5) Dalam
kondisi tertentu, isi kurikulum yang perlu dipelajari para peserta didik
dijabarkan oleh para ahli pembelajaran dan ahli media ke dalam beberapa jenis media pembelajaran. Para peserta didik dapat
langsung berinteraksi dengan media pembelajaran yang berfungsi sebagai
pengganti guru. Beberapa lembaga pendidikan dan atau pelatihan telah menerapkan
model kegiatan pembelajaran di mana materi pembelajaran sepenuhnya dikemas ke
dalam media. Tentu saja media yang digunakan dapat bervariasi disesuaikan
dengan jenis materi pelajarannya itu sendiri dan juga dengan karakteristik
media yang digunakan. Media pembelajaran yang digunakan dapat berupa media
cetak ditunjang media kaset audio, media cetak ditunjang media audio dan video,
media cetak ditunjang dengan media compact disc (CD) atau video-compact
disc (VCD), atau media internet. Di samping itu, para peserta didik juga
masih dimungkinkan untuk mendapatkan layanan bantuan belajar melalui komunikasi
dengan nara sumber apabila mereka mengalami kesulitan dalam kegiatan
belajarnya.
Dari kelima pola pembelajaran yang telah
diuraikan di atas tampaklah bahwa media pembelajaran yang diperlakukan sebagai
mitra oleh guru ada pada pola pembelajaran No. 2. Guru menjabarkan isi
kurikulum ke dalam dua bagian, yaitu yang akan dikemas dan disajikan sendiri
kepada peserta didiknya dan bagian yang lain adalah yang dirancang dan
disajikan melalui media. Dalam hal ini, tentunya dilakukan pemilahan materi
pelajaran. Materi pelajaran yang memang cocok untuk disajikan melalui media
sesuai dengan potensi dan karakteristiknya, maka biarlah materi pelajaran
tersebut menjadi tanggungjawab media. Apabila materi pelajaran tertentu dinilai
lebih sesuai untuk disajikan guru, maka biarlah materi pelajaran tersebut
menjadi tanggungjawab guru. Di sinilah pembagian fungsi/peranan yang jelas dan seimbang
antara guru dan media pembelajaran.
Pada pola pembelajaran No. 3 terbukalah
peluang apakah guru meyakini perlu adanya fungsi/peran media pembelajaran dalam
kegiatan belajar-mengajar di kelas di samping dirinya atau sebaliknya, guru
memandang media pembelajaran sebagai pelengkap atau tempelan saja.
Manakala pemahaman guru berkembang positif terhadap media pembelajaran, maka
secara bertahap guru akan melakukan pembagian tugas atau peran dengan media
dalam membelajarkan peserta didiknya. Tetapi jika guru berpendapat bahwa media
sebagai sesuatu yang merepotkan dirinya dalam membelajarkan peserta didiknya,
maka yang menjadi kecenderungan guru adalah guru secara bertahap akan mulai
memperlakukan media pembelajaran sebagai rival atau saingan dalam membelajarkan
peserta didik. Posisi guru yang demikian ini akan cenderung bergerak ke posisi
guru pada pola pembelajaran No. 1.
Fungsi atau peranan guru pada pola
pembelajaran No. 1 adalah sebagai satu-satunya sumber belajar dalam kegiatan
belajar-mengajar di kelas. Dapat saja terjadi kekhawatiran di dalam diri guru
tentang kemungkinan media pembelajaran akan menggeser atau bahkan menggantikan
fungsi atau peranannya sebagai guru. Kekhawatiran guru yang demikian ini akan
menggiring dirinya memperlakukan media pembelajaran sebagai saingan atau
kompetitor dalam membelajarkan peserta didik.
Akhirnya, persoalan apakah media
pembelajaran dapat menjadi mitra atau kompetitor bagi guru adalah sangat
tergantung pada pemahaman dan sikap guru terhadap fungsi atau peranan media pembelajaran
di samping tentunya peranan dari para pengambil kebijakan.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar