Selasa, November 06, 2012

PROSES PERKEMBANGAN POLA PIKIR MANUSIA


Oleh:
Asep Saprudin, Nuriman, dan Mutiara Tirta
(Mahasiswa STAI Nida El Adabi, Bogor)
 

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Manusia sebagai mahluk yang berpikir dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah yang mendorong untuk mengenal, memahami dan menjelaskan gejala-gejala alam, serta berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dari dorongan rasa ingin tahu dan usaha untuk memahami dan memecahkan masalah menyebabkan manusia dapat mengumpulkan pengetahuan.

Pengetahuan yang diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang ada, kemudian semakin bertambah dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikirannya. Kemudian pengetahuan yang didapatnya, terus dikembangkan sehingga manusia sampai saat ini terus berkembang dan akhirnya manusia dapat menciptakan beberapa benda untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Maka dari itu di sini kami akan menjelaskan proses berkembangnya pola pikir manusia yang terus berkembang dari zaman ke zaman, dari dahulu sampai sekarang.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     PROSES PERKEMBANGAN POLA PIKIR
Sejak lahirnya di muka bumi ini, manusia bersentuhan dengan alam. Persentuhan dengan alam menimbulkan pengalaman. Alam memberikan rangsangan kepada manusia melalui pancaindera. Jadi, pancaindera merupakan alat komunikasi antara alam dengan manusia yang membuahkan pengalaman.
Pengalaman itu saat demi saat bertambah, karena manusia ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang hakiki; apa, bagaimana, dan mengapa, baik atas kehadirannya di dunia ini, maupun atas segala benda yang telah mengadakan kontak dengan dirinya.
Perkembangan pola pikir manusia ini dari zaman ke zaman terus berubah bahkan bertambah, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya :
1.    Rasa  Ingin Tahu
            Ilmu pengetahuan alam bermula dari rasa ingin tahu, yang merupakan suatu ciri khas manusia. Manusia mempunyai rasa ingin tahu tentang benda-benda di alam sekitarnya, bulan, bintang, dan matahari, bahkan ingin tahu tentang dirinya sendiri (antroposentris).[1]
            Manusia sebagai mahluk, mempunyai ciri-ciri :
·         Memiliki organ tubuh yang kompleks dan sangat khusus terutama otaknya.
·         Mengadakan pertukaran zat, yakni adanya zat yang masuk dan keluar.
·         Memberikan tanggapan terhadap  rangsangan dari dalam dan dari luar.
·         Memiliki potensi berkembang biak.
·         Tumbuh dan bergerak.
·         Berinteraksi dengan lingkungannya
·         Mati.[2]
       Sesuai dengan ciri manusia pada poin (1), yakni manusia mempunyai otak, maka manusia mulai tumbuh rasa ingin tahunya, rasa ingin tahu ini tidak dimiliki oleh mahluk lain, seperti batu, tanah, sungai dan angin. Sedangkan air dan udara bergerak dari satu tempat ke tempat lain, namun gerakannya itu bukanlah atas kehendaknya sendiri, tetapi akibat dari pengaruh ilmiah yang bersifat kekal.
       Bagaimana halnya dengan mahluk-mahluk seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang? Misalnya daun-daun cenderung mencari sinar matahari atau akar yang cenderung mencari air yang kaya mineral untuk pertumbuhan hidupnya. Kecenderungan semacam ini terus berlangsung sepanjang zaman.
       Bagaimana halnya dengan binatang yang menunjukkan adanya kehendak untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain? Misalnya burung. Burung bergerak dari satu tempat ke tempat lain didorong oleh suatu keinginan, rasa ingin tahu. Ingin tahu apakah sutau tempat cukup aman untuk membuat sarang?. Setelah mengadakan eksplorasi,[3] tentu mereka jadi tahu. Itulah pengetahuan dari burung tadi. Burung juga memiliki pengetahuan untuk membuat sarang di atas pohon.
       Bagaimana halnya dengan manusia?. Manusia juga memiliki insting seperti yang dimiliki oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan. Namun manusia memiliki kelebihan yaitu adanya kemampuan berfikir. Dengan kata lain, curiosity-nya tidak idle.[4] Tidak tetap sepanjang zaman. Manusia memiliki rasa ingin tahu yang berkembang, atau kemampuan berfikir. Setelah tahu tentang apanya, mereka ingin tahu bagaiman dan mengapa begitu.
       Manusia mampu menggunakan pengetahuannya yang terdahulu untuk dikombinasikan dengan pengetahuannya yang baru, sehingga menjadi suatu akumulasi pengetahuan. Rasa ingin tahu manusia ini menyebabkan pengetahuan mereka menjadi berkembang. Hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari, seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing untuk berburu, tetapi juga berkembang sampai pada hal-hal yang menyangkut keindahan.
       Rasa ingin tahu semacam ini tidak dimiliki oleh hewan. Rasa ingin tahu pada hewan hanya terbatas pada rasa ingin tahu yang tetap. Yang tidak berubah dari zaman ke zaman. Hewan bergerak dari satu tempat ke tempat lain hanya didorong oleh rasa ingin tahunya yang bersangkutan erat dengan nalurinya saja.
       Dengan selalu berlangsungnya perkembangan pengetahuan itu tampak lebih nyata bahwa manusia berbeda dengan hewan. Manusia merupakan mahluk hidup yang berakal serta mempunyai derajat yang tertinggi bila dibandingkan dengan hewan atau mahluk lainnya.

2.    Mitos
Perkembangan selanjutnya adalah manusia berusaha memenuhi kebeutuhan non fisik atau kebutuhan alam pikirannya. Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan hanya atas dasar pengamatan maupun pengalamannya. Untuk itulah, manusia mereka-reka sendiri jawaban atas keingintahuannya itu. Sebagai contoh, “mengapa gunung meletus?”, karena tak tahu jawabannya, manusia mereka-reka sendiri dengan jawaban “si penunggu gunung itu sedang marah”. Di sinilah muncul pengetahuan baru yang disebut “si penunggu”. Dengan menggunakan jalan pikiran yang sama, muncullah anggapan adanya “si penunggu”. Pengetahuan baru yang bermunculan dan kepercayaan itulah yang kita sebut mitos. Cerita yang berdasarkan atas mitos disebut legenda. Mitos timbul disebabkan antara lain oleh keterbatasan alat indera manusia.
a.       Alat penglihatan.
Banyak benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh mata. Mata tak dapat membedakan benda-benda. Demikian juga jika benda yang dilihat terlalu jauh, maka mata tak mampu melihatnya.
b.      Alat Pendengaran
Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai 30.000 per detik. Getaran di bawah tiga puluh atau di atas tiga puluh puluh ribu per detik tak terdengar.
c.       Alat pencium dan Pengecap
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dikecap maupun diciumnya. Manusia hanya dapat membedakan 4 jenis rasa, yaitu rasa manis, asam, asin dan pahit. Sedangkan untuk bau sendiri juga manusia tidak dapat menciumnya dengan seluruhnya. Seperti bau parfum dan lainnya dapat tercium oleh hidung kita bila konsentrasinya di udara lebih dari sepersepuluh juta bagian. Melalui bau, manusia dapat membedakan satu benda dengan benda yang lain.
d.      Alat Perasa[5]
Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin. Namun, ini sangat relatif sehingga tidak dapat dipakai sebagai alat observasi yang tepat.

Alat-alat indera tersebut berbeda-beda di antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Ada yang sangat tajam dan adapula yang tidak. Akibat keterbatasan alat indera tersebut, maka besar kemungkinan timbul salah inform,asi, salah tafsir atau salah pemikiran. Untuk meningkatkan alat indera tersebut perlu diperlukan beberapa usaha. Di antaranya penciptaan alat bantu pancaindera, meskipun alat yang diciptakan tersebut masih mengalami kesalahan.
Jadi, mitos itu dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karena:
1.      Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan keterbatasan pengindraan baik langsung maupun dengan alat.
2.      Keterbatasan penalaran manusia pada masa itu.
3.      Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
Menurut Auguste Comte (1798-1857 M), dalam sejarah perkembangan jiwa manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan, berlangsung dalam tiga tahap:
  1. Tahap teologi atau fiktif
  2. Tahap filsafat atau metafisik atau abstrak
  3. Tahap positif atau ilmiah riil.
Pada tahap teologi atau fiktif, manusia berusaha untuk mencari dan menemukan sebab yang pertama dan tujuan yang terakhir dari segala sesuatu, dan selalu dihubungkan dengan kekuaatan gaib. Gejala alam yang menarik perhatiannya selalu diletakkan dalam kaitannya dengan sumber yang mutlak. Mempunyai anggapan bahwa setiap gejala dan peristiwa dikuasai dan diatur oleh para dewa atau kekuatan gaib lainnya.
Tahap metafisika atau abstrak merupakan tahap di mana manusia masih tetap mencari sebab utama dan tujuan akhir, tetapi manusia tidak lagi menyandarkan diri kepada kepercayaan akan adanya kekuatan gaib, melainkan pada akalnya sendiri, akal yang telah mampu melakukan abstraksi guna menemukan hakikat segala sesuatu.
Tahap positif atau riil merupakan tahap di mana manusia telah mampu berfikir secara positif atau riil, atas dasar pengetahuan yang telah dicapainya yang dikembangkan secara positif melalui pengamatan, percobaan dan perbandingan.
Selanjutnya berdasarkan kemampuan berfikir manusia yang semakin maju dan perlengkapan pengamatan yang semakin sempurna, maka mitos dengan berbagai legenda semakin ditinggalkan orang, dan cenderung menggunakan akal sehat atau rasio.

B.     TAHAPAN PEMIKIRAN MANUSIA.
Bagaimana sesungguhnya proses berfikir pada manusia? Jika kita telah lebih lanjut akan kita dapati bahwa untuk dapat berfikir membutuhkan beberapa komponen, diantaranya :
1)       Fakta, manusia membutuhkan fakta yang akan dijadikan objek berfikirnya.
2)       Indera, untuk dapat menyerap fakta-fakta yang akan dipikirkan. Seperti mata untuk dapat melihat, meraba, pendengaran, dan indera yang lainnya.
3)       Otak, merupakan organ yang berfungsi untuk menterjemahkan setiap fakta yang diserap.
4)       Informasi. Sebelumnya, tanpa informasi manusia tidak dapat untuk memahami fakta yang sedang dihadapinya.
Adapun perkembangan alam pikiran manusia sampai dengan kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam sebagai ilmu yang mantap melalui  4 tahap, yaitu :
a.       Tahapmitos.
b.      Tahappenalaran.
c.       Tahap pengalaman dari percobaan.
d.      Tahap metode keilmuan.


BAB III
KESIMPULAN

Adapun faktor yang mempengaruhi perkembangan pola piker manusia diantaranya karena rasa ingin tahu dan juga adanya mitos
  • Yang membedakan antara manusia dengan hewan yakni pola berpikirnya. Setelah manusia tahu apa, maka manusia akan mencari tahu tentang mengapa, bagaimana dan seterusnya hingga mereka merasa puas. Tetapi untuk hewan tidak punya pola pikir yang seperti itu.
  • Mitos timbul disebabkan karena keterbatasan alat indera, diantaranya :
§  Indera penglihatan
§  Indera pendengaran
§  Indera pencium dan pengecap
§  Indera perasa
  • Mitos itu dapat diterima oleh masyarakat pada masa itu karrena:
a.       Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan keterbatasan pengindraan baik langsung maupun dengan alat.
b.      Keterbatasan penalaran manusia pada masa itu.
c.       Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
  • Beberapa komponen yang diperlukan untuk mengembangkan pola pikir manusia, yakni :
§  Fakta.
§   Indera
§  Otak
§  Informasisebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Paryono, Joko, Drs. dkk., IlmuAlamiahDasar, Bandung, PustakaSetia, 1998.
Tasmuji, Drs. dkk., IAD,ISD,IBD, Surabaya, IAIN SunanAmpel Press, 2011.
Jasin, Maskorie, Drs., IlmuAlamiahDasar, Jakarta, Raja GrafindoPersada, 1995.
Mawardi, Drs. dkk.,   IAD,ISD,IBD, Bandung, PustakaSetia, 2007.
Ahmadi, Drs. H.A, Supatmo, Ir. A,   IlmuAlamiahDasar, Jakarta, PT RinekaCipta, 1997.
Partarto, Pius A. dan Al Barry, M. Dahlan.Kamus Ilmiyah Populer. Surabaya, Arkola, 1994
Echols, John M. dan Shadily, Hassan. An English-indonesia Dictionary,Jakarta, PT. Gramedia, 1975


[1]Drs. Mawardidan Ir. NurHidayati, IAD (Bandung Setia, 2007) Hlm. 11
[2]Drs. H. Ibnu Mas’ud dan Drs. JokoParyono, IAD, (Bandung: Pustaka Setia,1998) hlm.10
[3] Eksplorasi : Penjajahanpenyelidikan atas daerah belahan bumi yang belum dikenal.Kamus IlmiyahPouler.Arkola 1994
[4] Curisity : Keingin tahuan akan sesuatu
Idle: Bermalas-malasan. An English-Indonesian Dictionary. Gramedia Jakarta 1975
[5] Drs. Mawardidan Ir. NurHidayati, IAD, ISD, IBD.(Bandung : PustakaSetia. 2007) hlm. 14

Tidak ada komentar: