Oleh: Juhji
Dalam melakukan sebuah proses pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran IPA baik di dalam kelas maupun di luar kelas dibutuhkan strategi tersendiri. Strategi adalah pendekatan secara keseluruha yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
Beberapa pendekatan yang dianjurkan untuk digunakan dalam pembelajaran IPA diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan Inkuiri
Pembelajaran
IPA berbasis inkuiri dideskripsikan dengan mengajak siswa dalam
kegiatan yang akan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep
IPA sebagaimana para saintis mempelajari dunia alamiah.
Trowbridge,
et al. (1973) mengajukan tiga tahap pembelajaran berbasis inkuiri.
Tahap pertama adalah belajar diskoveri, yaitu guru menyusun masalah dan
proses tetapi memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil
alternatif. Tahap kedua inkuiri terbimbing (guided inquiry), yaitu guru
mengajukan masalah dan siswa menentukan penyelesaian dan prosesnya.
Tahap ketiga, adalah inkuiri terbuka (open inquiry), yaitu guru hanya
memberikan konteks masalah sedangkan siswa mengindentifikasi dan
memecahkannya. Siswa mengikuti dengan tepat instruksi guru untuk menyelesaikan kegiatan hands-on dengan sempurna. Siswa mengembangkan cara kerja untuk menye-lidiki pertanyaan yang dipilih/diberikan guru. Siswa menurunkan pertanyaan tentang topik yang dipilih guru dan merencanakan sendiri penyelidikannya.
Menurut
NRC (1996) pembelajaran berbasis inkuiri meliputi kegiatan observasi,
mengajukan pertanyaan, memeriksa buku-buku dan sumber-sumber lain untuk
melihat informasi yang ada, merencanakan penyelidikan, me-rangkum apa
yang sudah diketahui dalam bukti eksperimen, menggunakan alat untuk
mengumpulkan, menganalisis dan interpretasi data, mengajukan jawaban,
penjelasan, prediksi, serta mengkomunikasikan hasil. Dari pandangan
pedagogi, pengajaran IPA berorientasi inkuiri lebih mencerminkan model
belajar konstruktivis. Belajar adalah hasil perubahan mental yang terus
menerus sebagaimana kita membuat makna dari pengalaman kita.
Menurut
NSTA & AETS (1998) jantungnya inkuiri adalah kemampuan mengajukan
pertanyaan dan mengidentifikasi penyelesaian masalah. Karena itu dalam
pembelajaran seharusnya guru lebih banyak mengajukan pertanyaan open
ended dan lebih banyak merangsang diskusi antar siswa. Keterampilan
bertanya dan mendengarkan secara efektif penting untuk keberhasilan
mengajar.
Selain
itu inkuiri memerlukan keterampilan dalam menganalisis data dan menilai
hasil untuk mendapatkan kesimpulan yang valid dan masuk akal. Siswa
IPA seharusnya diberi kesempatan untuk menganalisis data selama
pembekalannya. Mereka seharusnya memperoleh tingkat kecakapan yang
memadai dalam mengumpulkan dan menganalisis data dalam berbagai format
(terbuka dan tertutup) dan dapat menggunakan kriteria ilmiah untuk
membedakan kesimpulan yang valid dan tidak valid.
Dalam
konteks inkuiri, assesmen yang dilakukan adalah berbasis kelas dengan
harapan dapat mengambil pandangan yang luas dari pengalaman belajar
siswa. Assesmen dalam pembelajaran berbasis inkuiri berbeda dari
assesmen tradisional (NRC, 2000). Untuk memahami kemampuan siswa dalam
berinkuiri dan memahami prosesnya dapat dilakukan baik berdasarkan pada
analisis kinerja di dalam kelas maupun pada hasil kerja mereka.
Kemampuan siswa yang seharusnya dinilai adalah kemampuan dalam
mengajukan perta-nyaan yang dapat diteliti, merencanakan investigasi,
melaksanakan rencana penelitiannya, mengembangkan penjelasan yang
mungkin, menggunakan data sebagai bukti untuk menjelaskan atau untuk
menolak penjelasan, dan laporan penelitiannya (NRC, 2000).
Pada
saat siswa melakukan kegiatan inkuiri guru melakukan observasi untuk
setiap kinerja siswa, seperti presentasi siswa di kelas, interaksi
dengan teman, penggunaan komputer, penggunaan alat-alat laboratorium.
Guru juga mempunyai hasil kerja siswa secara individual meliputi draft
pertanyaan penelitian, kritik dari siswa-siswa lain, dan jurnal siswa.
Observasi kinerja siswa dan hasilnya adalah sumber data yang kaya untuk
guru membuat inferensi tentang setiap pemahaman siswa tentang inkuiri
ilmiahnya (NRC, 1996).
2. Pendekatan Salingtemas
Untuk
mewujudkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat dan lingkungan,
pembelajaran IPA dikembangkan dengan pendekatan sains, lingkungan,
teknologi dan masyarakat (salingtemas). Dalam proses pembelajarannya,
IPA tidak hanya mempelajari konsep-konsep tetapi juga diperkenalkan pada
aspek teknologi dan bagaimana teknologi itu berperan di masyarakat
serta bagaimana akibatnya pada lingkungan.
Pembelajaran
sains dengan pendekatan yang mencakup aspek teknologi dan masyarakat
mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara konvensional.
Perbedaan tersebut meliputi: kaitan dan aplikasi bahan pelajaran,
kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Dengan mengka-itkan
serta mengaplikasikan bahan pelajaran sains ke teknologi dan
masyarakat, diharapkan siswa dapat menghubungkan materi yang dipelajari
dengan kehidupan sehari-hari, serta perkembangan teknologi dan
relevansinya. Dengan pengkaitan dan pengaplikasian tersebut kreativitas
siswa untuk lebih banyak bertanya dan mengidentifikasi kemungkinan
penyebab dan efek dari ha-sil observasi makin meningkat. Selain itu
sikap siswa dalam bentuk kesadaran akan pentingnya mempelajari sains
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui proses sains yang
benar juga meningkat (Poedjiadi, 2000).
3. Pendekatan Pemecahan Masalah
Menurut
The National Science Teachers Association (NSTA) tahun 1985, pemecahan
masalah merupakan kemampuan yang sangat penting yang harus dikembangkan
dalam pembelajaran sains. Pemecahan masalah adalah hasil aplikasi
pengetahuan dan prosedur kepada suatu situasi masalah. Ada empat
tingkatan dalam pemecahan masalah, yaitu: (1) definisi masalah, (2)
seleksi informasi yang tepat, (3) penggabungan bagian-bagian informasi
yang terpi-sah-pisah, dan (4) menilai pemecahan masalah.
Untuk
memecahkan suatu masalah pada dasarnya diperlukan pengeta-huan
deklaratif, pengetahuan prosedural dan pengetahuan struktural (Gagne,
1977). Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang dapat
dikomunikasikan, misalnya fakta, konsep, aturan, dan prinsip.
Pengetahuan prosedural menggambarkan tahap penampilan seseorang dalam
menyelesaikan tugas ter-tentu. Pengetahuan struktural merupakan
interaksi antara pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural dalam situasi memecahkan masalah.
Salah
satu cara menilai pemecahan masalah dalam pendidikan sains dilakukan
dengan menggunakan analisis tugas prosedural (Barba & Rubba, 1992).
Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa tahapan pemecahan masalah identik
dengan tahapan memperoleh pengetahuan yang digunakan oleh para
perenca-na sistem pengajaran. Analisis tugas prosedural (procedural task
analysis atau task analysis atau task hierarchi analysis), digunakan
untuk memecahkan tugas menjadi beberapa komponen, mengorganisasikan
hubungan antara masing-masing tugas dan untuk menghasilkan penyelesaian
tugas dengan tepat.
Cara
penilaian penyelesaian masalah dalam pembelajaran dengan anali-sis
tugas adalah: (1) dibuat prosedural tertulis, untuk menentukan
pengetahu-an deklaratif atau pengetahuan prosedural yang digunakan
subyek dalam me-mecahkan masalah; (2) dibuat rekaman dengan
audio/videotape saat subJek memecahkan masalah; (3) dibuat catatan
observasi/interview, transkrip dan dicatat variabel-variabel saat
pemecahan masalah dilakukan, berdasarkan tu-gas yang menjadi acuan; dan
(4) dibuat analisisis akhir.
4. Pendekatan Keterampilan Proses Sains (KPS)
Pendekatan
KPS merupakan pendekatan pembelajaran yang berorienta-si kepada proses
IPA, berupa keterampilan-keterampilan yang dimiliki para ilmuwan IPA
untuk menghasilkan produk IPA yang satu sama lain sebenarnya tak dapat
dipisahkan. Keterampilan-keterampilan yang dimaksud dijelas-kan berikut
ini (Rustaman, 2003).
a. Mengamati
Untuk
dapat mencapai keterampilan mengamati siswa harus mengguna-kan sebanyak
mungkin inderanya, yaitu indera penglihat, pembau, pen-dengar, pengecap
dan peraba. Dengan demikian ia dapat mengumpulkan dan menggunakan
fakta-fakta yang relevan dan memadai.
b. Menafsirkan pengamatan (interpretasi)
Untuk
dapat menafsirkan pengamatan, siswa harus dapat mencatat setiap
pengamatan, lalu menghubung-hubungkan pengamatannya sehingga ditemukan
pola atau keteraturan dari suatu seri pengamatan.
c. Mengelompokkan (klasifikasi)
Dalam
proses pengelompokan tercakup beberapa kegiatan seperti menca-ri
perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan,
dan mencari dasar penggolongan.
d. Meramalkan (prediksi)
Keterampilan
prediksi mencakup keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu
yang belum terjadi atau belum diamati berdasarkan suatu kecenderungan
atau pola yang sudah ada.
e. Berkomunikasi
Untuk
mencapai keterampilan berkomunikasi, siswa harus dapat berdiskusi
dalam kelompok tertentu serta menyusun dan menyampaikan laporan tentang
kegiatan yang dilakukannya secara sistematis dan jelas. Siswa juga
harus dapat menggambarkan data yang diperolehnya dalam bentuk grafik,
tabel atau diagram.
f. Berhipotesis
Berhipotesis
dapat berupa pernyataan hubungan antar variabel atau mengajukan
perkiraan penyebab terjadinya sesuatu. Dengan berhipotesis terungkap
cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis
biasanya terkandung cara untuk mengujinya.
g. Merencanakan percobaan atau penelitian
Agar
siswa dapat merencanakan percobaan, ia harus dapat menentukan alat dan
bahan yang akan digunakan. Selanjutnya siswa harus dapat me-nentukan
variabel yang dibuat tetap dan variabel yang berubah, menentu-kan apa
yang dapat diamati, diukur atau ditulis, serta menentukan cara dan
langkah-langkah kerja. Selain itu siswa juga harus dapat menentukan cara
mengolah data sebagai bahan untuk menarik kesimpulan.
h. Menerapkan konsep atau prinsip
Dengan
menggunakan konsep yang telah dimiliki, siswa seharusnya dapat
menerapkan konsep tersebut pada peristiwa atau pengalaman baru yang
terkait dengan cara menjelaskan apa yang terjadi.
i. Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan
yang diajukan dalam mengembangkan keterampilan ini dapat meminta
penjelasan tentang apa, mengapa, bagaimana atau menanyakan latar
belakang hipotesis. Pertanyaan tentang latar belakang hipotesis
menunjukkan bahwa siswa memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji
atau memeriksanya. Dengan mengajukan pertanyaan diharapkan siswa tidak
hanya sekedar bertanya tetapi melibatkan proses berpikir.
5. Pendekatan Terpadu (Integrated Approach)
Pendekatan
ini intinya adalah memadukan dua unsur pembelajaran atau lebih dalam
suatu kegiatan pembelajaran dengan prinsip keterpaduan tertentu. Unsur
pembelajaran yang dapat dipadukan dapat berupa konsep dan proses,
konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, atau
suatu metode dengan metode lain. Dengan prinsip keterpaduan antar unsur
pembelajaran diharapkan terjadi peningkatan pemahaman ilmu yang lebih
bermakna serta peningkatan wawasan dalam memandang suatu permasalahan.
Prinsip
keterpaduan dapat diciptakan melalui jembatan berupa tema sen-tral
sebagai fokus yang akan ditinjau dari beberapa konsep dalam satu atau
beberapa bidang ilmu. Selain itu dapat pula melalui jembatan berupa
target perilaku atau keterampilan tertentu yang dibutuhkan bukan hanya
oleh satu disiplin ilmu saja.
Keragaman
unsur yang dilibatkan dalam pembelajaran dapat memperkaya pengalaman
belajar siswa, kegiatan belajar menjadi lebih dinamis dan menarik serta
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu apabila pendekatan
terpadu ini dilakukan secara sistematis dapat mengefisienkan penggunaan
waktu.
METODE PEMBELAJARAN IPA
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA dije-laskan sebagai berikut.
1. Metode Ceramah
Metode
ini paling umum dijumpai di sekolah-sekolah di Indonesia, ka-rena mudah
dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta ti-dak perlu
merancang kegiatan siswa. Selain itu metode ceramah dianggap cu-kup
efektif untuk digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak, serta
bila dituntut untuk menyelesaikan materi pelajaran dalam waktu yang
singkat.
Pada
metode ceramah guru memberikan penerangan secara lisan kepa-da sejumlah
siswa, siswa mendengarkan dan mencatat seperlunya, dan pada umumnya
siswa bersifat pasif. Karena itu, pada umumnya metode ceramah kurang
merangsang siswa untuk mengembangkan kreatifitas, mengemukakan pendapat, serta mencari dan mengolah informasi.
Untuk
mengatasi kelemahan pada metode ceramah, biasanya guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa berpikir. Selain itu penyajian
bahan ajar harus disampaikan secara sistematis menggunakan bantuan
media yang dapat menarik perhatian siswa.
2. Metode Demonstrasi
Pada
metode demonstrasi diperlihatkan suatu proses kejadian atau cara kerja
suatu alat kepada siswa. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh
gu-ru sendiri, dibantu beberapa siswa, atau dilakukan oleh sekelompok
siswa. Pada pelaksanaannya metode ini tidak hanya memperlihatkan sesuatu
sekedar untuk dilihat, tetapi banyak dipergunakan untuk mengembangkan
suatu pe-ngertian, mengemukakan suatu masalah, memperlihatkan penggunaan
suatu prinsip, menguji kebenaran suatu hukum yang diperoleh secara
teoretis dan untuk memperkuat suatu pengertian. Metode ini dapat membuat
pelajaran menjadi lebih jelas dan konkrit, sehingga diharapkan dapat
difahami secara lebih mendalam dan bertahan lama dalam pikiran siswa.
Beberapa
hal yang harus diperhatikan sebelum metode ini dilakukan di antaranya:
materi yang didemonstrasikan harus diujicoba terlebih dahulu, tu-juan
yang ingin dicapai harus ditetapkan dengan jelas serta demonstrasi yang
dilakukan harus dapat dilihat dengan jelas oleh semua siswa.
3. Metode Eksperimen
Mempelajari
IPA kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang dengan ke-giatan
percobaan di laboratorium. Laboratorium IPA tidak hanya sebatas ru-angan
khusus yang dibatasi dinding, tetapi dapat lebih luas mencakup
labora-torium terbuka berupa alam semesta. Dalam proses pembelajaran
dengan me-tode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami atau
melakukan percoba-an sendiri baik secara individual maupun kelompok
kecil.
Ada
dua istilah berbeda yang sering digunakan berkaitan dengan meto-de
eksperimen ini, yaitu praktikum (practical work) dan eksperimen.
Prakti-kum lebih cenderung untuk membangun keterampilan menggunakan
alat-alat IPA atau mempraktikkan suatu teknik/prosedur tertentu.
Sedangkan eksperi-men bertujuan untuk mengetahui/menyelidiki sesuatu
yang baru mengguna-kan alat-alat sains tertentu. Baik praktikum maupun
eksperimen memegang peranan yang penting dalam pendidikan sains, karena
dapat memberikan la-tihan metode dan sikap ilmiah bagi siswa.
Dalam
menyusun petunjuk praktikum/eksperimen, guru harus dapat me-nyajikan
lembar kerja siswa (LKS) yang mengajak siswa berpikir dalam
me-laksanakan tugas prakteknya. Perlu dihindarkan LKS yang berbentuk
cookbook, yang petunjuknya begitu lengkap sehingga siswa hanya bekerja
seperti mesin dan tidak ada peluang untuk melatih kemampuan berpikir,
bersikap dan ber-tindak yang ilmiah dan efektif.
4. Metode Diskusi
Metode
ini sangat baik untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam
berkomunikasi. Dalam pelaksanaannya terjadi interaksi siswa dengan guru
maupun siswa dengan siswa. Menurut Webb (1985), metode diskusi seba-gai
pilihan mengajar bertujuan untuk: (1) meningkatkan interaksi antara
sis-wa-siswa serta siswa-guru; (2) meningkatkan hubungan personal; dan
(3) me-ningkatkan keterampilan siswa dalam berpikir, serta berbicara
menyampaikan pendapat di muka umum.
Diskusi
dapat dibedakan menjadi diskusi kelompok dan diskusi kelas. Biasanya
diskusi terjadi dengan diawali adanya permasalahan. Permasalahan yang
akan didiskusikan dapat dilontarkan guru secara lisan pada awal
pembe-lajaran atau dalam bentuk tertulis dalam LKS. Permasalahan yang
diberikan dapat sama untuk semua kelompok ataupun berbeda-beda. Hasil
diskusi ke-lompok umumnya didiskusikan dalam diskusi kelas.
Untuk
mendapatkan hasil yang optimal dalam penggunaan metode dis-kusi,
sebaiknya guru menelaah terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai
me-lalui pelaksanaan diskusi, serta memilih topik-topik yang sekiranya
dapat di-kembangkan melalui metode ini. Selain itu dukungan dan
perhatian guru pa-da pelaksanaan diskusi dapat berupa menyiapkan suasana
kelas untuk pelak-sanaaan diskusi yang efektif serta menyiapkan dan
menggunakan format pe-nilaian dalam pelaksanaaan diskusi.
5. Metode Proyek
Metode ini digunakan untuk menyalurkan minat siswa yang berbeda-beda.
Dalam pelaksanaannya sekelompok anak mendapat tugas untuk
menye-lesaikan proyek yang dipilihnya sendiri setelah dikonsultasikan ke
gurunya. Tugas guru adalah memberi petunjuk mengenai segala sesuatu
yang perlu di-pelajari, dibaca, serta dicari keterangannya.
Suatu
proyek harus direncanakan dengan baik meliputi langkah kerja, jadwal
penggunaan waktu, dan pembagian tugas dalam kelompok. Penyele-saian
suatu proyek dilakukan secara kolaboratif.
Untuk
mencapai hasil yang optimal, guru dalam hal pelaksanaan meto-de ini
selalu mengevaluasi ketercapaian dari target yang telah dijadwalkan.
Pada akhir suatu periode guru harus berusaha memfasilitasi kelompok
siswa untuk memamerkan hasil kerjanya kepada kelompok lain, kelas lain
atau ling-kungan yang lebih luas lagi.
6. Metode Karyawisata
Lingkungan
dan masyarakatnya dapat digunakan untuk area belajar siswa, jadi siswa
tidak hanya belajar di dalam kelas. Melaksanakan karyawisata adalah
suatu cara untuk memperluas pengalaman siswa, berupa kunjungan yang
direncanakan ke suatu objek untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk
memperoleh informasi yang diperlukan.
Suatu
karyawisata akan berhasil mencapai tujuan yang diharapkan apa-bila guru
mempersiapkan sebaik-baiknya. Untuk itu guru perlu mengetahui apa yang
akan dilihat siswa dan informasi apa yang akan didapat. Jika
me-mungkinkan guru sebaiknya mengadakan survey awal ke objek karyawisata
yang akan dikunjungi, untuk mendapatkan informasi seperlunya mengenai
hal-hal yang dapat dimanfaatkan siswa untuk dipelajari. Setelah itu guru
me-ngadakan perencanaan pengaturan waktu, jumlah siswa yang akan
diikutser-takan, peralatan yang diperlukan, serta bentuk tugas yang
diberikan ketika siswa melaksanakan karyawisata. Bentuk tugas tersebut
dapat diperuntukkan bagi individual ataupun kelompok.
Hasil
dari pelaksanaan karyawisata selain dilaporkan dalam bentuk kar-ya
tulis, sebaiknya dibahas dalam diskusi kelas sehingga menghasilkan suatu
persepsi yang benar dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Persepsi tersebut terutama merupakan materi penunjang yang dapat
memperluas wa-wasan siswa terkait dengan konten dalam materi
pembelajaran.
7. Metode Penugasan
Pembelajaran
menggunakan metode penugasan berarti guru memberi tugas tertentu agar
siswa melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Belajar mandiri ini
dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Selain ke-mandirian,
metode ini juga merangsang siswa untuk belajar lebih banyak dari
berbagai sumber, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, serta
membi-na kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi.
Pemberian
tugas yang dilakukan guru harus terdeskripsikan dengan je-las dan
terevaluasi dengan benar. Setelah tugas dievaluasi, guru dituntut un-tuk
memberikan timbal balik yang dapat memperbaiki pemahaman ataupun cara
penyelesaian masalah yang dimiliki siswa. Apabila tugas harus
diselesai-kan secara berkelompok, sebaiknya guru juga mendeskripsikan
tugas untuk anggota kelompok agar terhindar adanya siswa yang tidak
turut ambil bagian dalam pelaksanaan tugas kelompok.
Dengan
metode pemberian tugas, sumber belajar bagi siswa tidak hanya berasal
dari guru. Selain itu sumber belajar, khususnya berupa buku pegang-an
seharusnya dioptimalkan penggunaannya oleh siswa untuk belajar mandiri
melalui tugas belajar yang dikontrol oleh guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar