Kamis, Juni 14, 2012

Strategi Pembelajaran IPA

Oleh: Juhji

Dalam melakukan sebuah proses pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran IPA baik di dalam kelas maupun di luar kelas dibutuhkan strategi tersendiri. Strategi adalah pendekatan secara keseluruha yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
Beberapa pendekatan yang dianjurkan untuk digunakan dalam pembelajaran IPA diantaranya adalah sebagai berikut.

1.   Pendekatan Inkuiri

Pembelajaran IPA berbasis inkuiri dideskripsikan dengan mengajak siswa dalam kegiatan yang akan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA sebagaimana para saintis mempelajari dunia alamiah.

Trowbridge, et al. (1973) mengajukan tiga tahap pembelajaran berbasis inkuiri. Tahap pertama adalah belajar diskoveri, yaitu guru menyusun masalah dan proses tetapi memberi kesempatan siswa untuk mengidentifikasi hasil alternatif. Tahap kedua inkuiri terbimbing (guided inquiry), yaitu guru mengajukan masalah dan siswa menentukan penyelesaian dan prosesnya. Tahap ketiga, adalah inkuiri terbuka (open inquiry), yaitu guru hanya memberikan konteks masalah sedangkan siswa mengindentifikasi dan memecahkannya. Siswa mengikuti dengan tepat instruksi guru untuk menyelesaikan kegiatan hands-on dengan sempurna. Siswa mengembangkan cara kerja untuk menye-lidiki pertanyaan yang dipilih/diberikan guru.  Siswa menurunkan pertanyaan tentang topik yang dipilih guru dan merencanakan sendiri penyelidikannya.

Menurut NRC (1996) pembelajaran berbasis inkuiri meliputi kegiatan observasi, mengajukan pertanyaan, memeriksa buku-buku dan sumber-sumber lain untuk melihat informasi yang ada, merencanakan penyelidikan, me-rangkum apa yang sudah diketahui dalam bukti eksperimen, menggunakan alat untuk mengumpulkan, menganalisis dan interpretasi data, mengajukan jawaban, penjelasan, prediksi, serta mengkomunikasikan hasil. Dari pandangan pedagogi, pengajaran IPA berorientasi inkuiri lebih mencerminkan model belajar konstruktivis. Belajar adalah hasil perubahan mental yang terus menerus sebagaimana kita membuat makna dari pengalaman kita.

Menurut NSTA & AETS (1998) jantungnya inkuiri adalah kemampuan mengajukan pertanyaan dan mengidentifikasi penyelesaian masalah. Karena itu dalam pembelajaran seharusnya guru lebih banyak mengajukan pertanyaan open ended dan lebih banyak merangsang diskusi antar siswa. Keterampilan bertanya dan mendengarkan secara efektif penting untuk keberhasilan mengajar.

Selain itu inkuiri memerlukan keterampilan dalam menganalisis data dan menilai hasil untuk mendapatkan kesimpulan yang valid dan masuk akal. Siswa IPA seharusnya diberi kesempatan untuk menganalisis data selama pembekalannya. Mereka seharusnya memperoleh tingkat kecakapan yang memadai dalam mengumpulkan dan menganalisis data dalam berbagai format (terbuka dan tertutup) dan dapat menggunakan kriteria ilmiah untuk membedakan kesimpulan yang valid dan tidak valid.

Dalam konteks inkuiri, assesmen yang dilakukan adalah berbasis kelas dengan harapan dapat mengambil pandangan yang luas dari pengalaman belajar siswa. Assesmen dalam pembelajaran berbasis inkuiri berbeda dari assesmen tradisional (NRC, 2000). Untuk memahami kemampuan siswa dalam berinkuiri dan memahami prosesnya dapat dilakukan baik berdasarkan pada analisis kinerja di dalam kelas maupun pada hasil kerja mereka. Kemampuan siswa yang seharusnya dinilai adalah kemampuan dalam mengajukan perta-nyaan yang dapat diteliti, merencanakan investigasi, melaksanakan rencana penelitiannya, mengembangkan penjelasan yang mungkin, menggunakan data sebagai bukti untuk menjelaskan atau untuk menolak penjelasan, dan laporan penelitiannya (NRC, 2000).

Pada saat siswa melakukan kegiatan inkuiri guru melakukan observasi untuk setiap kinerja siswa, seperti presentasi siswa di kelas, interaksi dengan teman, penggunaan komputer, penggunaan alat-alat laboratorium. Guru juga mempunyai hasil kerja siswa secara individual meliputi draft pertanyaan penelitian, kritik dari siswa-siswa lain, dan jurnal siswa. Observasi kinerja siswa dan hasilnya adalah sumber data yang kaya untuk guru membuat inferensi tentang setiap pemahaman siswa tentang inkuiri ilmiahnya (NRC, 1996).

2. Pendekatan Salingtemas

Untuk mewujudkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat dan lingkungan, pembelajaran IPA dikembangkan dengan pendekatan sains, lingkungan, teknologi dan masyarakat (salingtemas). Dalam proses pembelajarannya, IPA tidak hanya mempelajari konsep-konsep tetapi juga diperkenalkan pada aspek teknologi dan bagaimana teknologi itu berperan di masyarakat serta bagaimana akibatnya pada lingkungan.

Pembelajaran sains dengan pendekatan yang mencakup aspek teknologi dan masyarakat mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara konvensional. Perbedaan tersebut meliputi: kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Dengan mengka-itkan serta mengaplikasikan bahan pelajaran sains ke teknologi dan masyarakat, diharapkan siswa dapat menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari, serta perkembangan teknologi dan relevansinya. Dengan pengkaitan dan pengaplikasian tersebut kreativitas siswa untuk lebih banyak bertanya dan mengidentifikasi kemungkinan penyebab dan efek dari ha-sil observasi makin meningkat. Selain itu sikap siswa dalam bentuk kesadaran akan pentingnya mempelajari sains untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui proses sains yang benar juga meningkat (Poedjiadi, 2000).


3.  Pendekatan Pemecahan Masalah

Menurut The National Science Teachers Association (NSTA) tahun 1985, pemecahan masalah merupakan kemampuan yang sangat penting yang harus dikembangkan dalam pembelajaran sains. Pemecahan masalah adalah hasil aplikasi pengetahuan dan prosedur kepada suatu situasi masalah. Ada empat tingkatan dalam pemecahan masalah, yaitu: (1) definisi masalah, (2) seleksi informasi yang tepat, (3) penggabungan bagian-bagian informasi yang terpi-sah-pisah, dan (4) menilai pemecahan masalah.

Untuk memecahkan suatu masalah pada dasarnya diperlukan pengeta-huan deklaratif, pengetahuan prosedural dan pengetahuan struktural (Gagne, 1977). Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang dapat dikomunikasikan, misalnya fakta, konsep, aturan, dan prinsip. Pengetahuan prosedural menggambarkan tahap penampilan seseorang dalam menyelesaikan tugas ter-tentu. Pengetahuan struktural merupakan interaksi antara pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural dalam situasi memecahkan masalah.

Salah satu cara menilai pemecahan masalah dalam pendidikan sains dilakukan dengan menggunakan analisis tugas prosedural (Barba & Rubba, 1992). Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa tahapan pemecahan masalah identik dengan tahapan memperoleh pengetahuan yang digunakan oleh para perenca-na sistem pengajaran. Analisis tugas prosedural (procedural task analysis atau task analysis atau task hierarchi analysis), digunakan untuk memecahkan tugas menjadi beberapa komponen, mengorganisasikan hubungan antara masing-masing tugas dan untuk menghasilkan penyelesaian tugas dengan tepat.

Cara penilaian penyelesaian masalah dalam pembelajaran dengan anali-sis tugas adalah: (1) dibuat prosedural tertulis, untuk menentukan pengetahu-an deklaratif atau pengetahuan prosedural yang digunakan subyek dalam me-mecahkan masalah; (2) dibuat rekaman dengan audio/videotape saat subJek memecahkan masalah; (3) dibuat catatan observasi/interview, transkrip dan dicatat variabel-variabel saat pemecahan masalah dilakukan, berdasarkan tu-gas yang menjadi acuan; dan (4) dibuat analisisis akhir.

4.  Pendekatan Keterampilan Proses Sains (KPS)

Pendekatan KPS merupakan pendekatan pembelajaran yang berorienta-si kepada proses IPA, berupa keterampilan-keterampilan yang dimiliki para ilmuwan IPA untuk menghasilkan produk IPA yang satu sama lain sebenarnya tak dapat dipisahkan. Keterampilan-keterampilan yang dimaksud dijelas-kan berikut ini (Rustaman, 2003).

a.    Mengamati
Untuk dapat mencapai keterampilan mengamati siswa harus mengguna-kan sebanyak mungkin inderanya, yaitu indera penglihat, pembau, pen-dengar, pengecap dan peraba. Dengan demikian ia dapat mengumpulkan dan menggunakan fakta-fakta yang relevan dan memadai.

b.    Menafsirkan pengamatan (interpretasi)
Untuk dapat menafsirkan pengamatan, siswa harus dapat mencatat setiap pengamatan, lalu menghubung-hubungkan pengamatannya sehingga ditemukan pola atau keteraturan dari suatu seri pengamatan.

c.    Mengelompokkan (klasifikasi)
Dalam proses pengelompokan tercakup beberapa kegiatan seperti menca-ri perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan.

d.    Meramalkan (prediksi)
Keterampilan prediksi mencakup keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi atau belum diamati berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada.

e.    Berkomunikasi
Untuk mencapai keterampilan berkomunikasi, siswa harus dapat berdiskusi dalam kelompok tertentu serta menyusun dan menyampaikan laporan tentang kegiatan yang dilakukannya secara sistematis dan jelas. Siswa juga harus dapat menggambarkan data yang diperolehnya dalam bentuk grafik, tabel atau diagram.

f.     Berhipotesis
Berhipotesis dapat berupa pernyataan hubungan antar variabel atau mengajukan perkiraan penyebab terjadinya sesuatu. Dengan berhipotesis terungkap cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya.

g.    Merencanakan percobaan atau penelitian
Agar siswa dapat merencanakan percobaan, ia harus dapat menentukan alat dan bahan yang akan digunakan. Selanjutnya siswa harus dapat me-nentukan variabel yang dibuat tetap dan variabel yang berubah, menentu-kan apa yang dapat diamati, diukur atau ditulis, serta menentukan cara dan langkah-langkah kerja. Selain itu siswa juga harus dapat menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk menarik kesimpulan.

h.    Menerapkan konsep atau prinsip
Dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki, siswa seharusnya dapat menerapkan konsep tersebut pada peristiwa atau pengalaman baru yang terkait dengan cara menjelaskan apa yang terjadi.

i.     Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan dalam mengembangkan keterampilan ini dapat meminta penjelasan tentang apa, mengapa, bagaimana atau menanyakan latar belakang hipotesis. Pertanyaan tentang latar belakang hipotesis menunjukkan bahwa siswa memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau memeriksanya. Dengan mengajukan pertanyaan diharapkan siswa tidak hanya sekedar bertanya tetapi melibatkan proses berpikir.

5.  Pendekatan Terpadu (Integrated Approach)
Pendekatan ini intinya adalah memadukan dua unsur pembelajaran atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran dengan prinsip keterpaduan tertentu. Unsur pembelajaran yang dapat dipadukan dapat berupa konsep dan proses, konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, atau suatu metode dengan metode lain. Dengan prinsip keterpaduan antar unsur pembelajaran diharapkan terjadi peningkatan pemahaman ilmu yang lebih bermakna serta peningkatan wawasan dalam memandang suatu permasalahan.
Prinsip keterpaduan dapat diciptakan melalui jembatan berupa tema sen-tral sebagai fokus yang akan ditinjau dari beberapa konsep dalam satu atau beberapa bidang ilmu. Selain itu dapat pula melalui jembatan berupa target perilaku atau keterampilan tertentu yang dibutuhkan bukan hanya oleh satu disiplin ilmu saja.
Keragaman unsur yang dilibatkan dalam pembelajaran dapat memperkaya pengalaman belajar siswa, kegiatan belajar menjadi lebih dinamis dan menarik serta dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu apabila pendekatan terpadu ini dilakukan secara sistematis dapat mengefisienkan penggunaan waktu.

 METODE PEMBELAJARAN IPA
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA dije-laskan sebagai berikut.

1.    Metode Ceramah
Metode ini paling umum dijumpai di sekolah-sekolah di Indonesia, ka-rena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta ti-dak perlu merancang kegiatan siswa. Selain itu metode ceramah dianggap cu-kup efektif untuk digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak, serta bila dituntut untuk menyelesaikan materi pelajaran dalam waktu yang singkat.
Pada metode ceramah guru memberikan penerangan secara lisan kepa-da sejumlah siswa, siswa mendengarkan dan mencatat seperlunya, dan pada umumnya siswa bersifat pasif. Karena itu, pada umumnya metode ceramah kurang merangsang siswa untuk mengembangkan kreatifitas, mengemukakan pendapat, serta mencari dan mengolah informasi.

Untuk mengatasi kelemahan pada metode ceramah, biasanya guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa berpikir. Selain itu penyajian bahan ajar harus disampaikan secara sistematis menggunakan bantuan media yang dapat menarik perhatian siswa.

2.   Metode Demonstrasi

Pada metode demonstrasi diperlihatkan suatu proses kejadian atau cara kerja suatu alat kepada siswa. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh gu-ru sendiri, dibantu beberapa siswa, atau dilakukan oleh sekelompok siswa. Pada pelaksanaannya metode ini tidak hanya memperlihatkan sesuatu sekedar untuk dilihat, tetapi banyak dipergunakan untuk mengembangkan suatu pe-ngertian, mengemukakan suatu masalah, memperlihatkan penggunaan suatu prinsip, menguji kebenaran suatu hukum yang diperoleh secara teoretis dan untuk memperkuat suatu pengertian. Metode ini dapat membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan konkrit, sehingga diharapkan dapat difahami secara lebih mendalam dan bertahan lama dalam pikiran siswa.

Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum metode ini dilakukan di antaranya: materi yang didemonstrasikan harus diujicoba terlebih dahulu, tu-juan yang ingin dicapai harus ditetapkan dengan jelas serta demonstrasi yang dilakukan harus dapat dilihat dengan jelas oleh semua siswa.

3.   Metode Eksperimen

Mempelajari IPA kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang dengan ke-giatan percobaan di laboratorium. Laboratorium IPA tidak hanya sebatas ru-angan khusus yang dibatasi dinding, tetapi dapat lebih luas mencakup labora-torium terbuka berupa alam semesta. Dalam proses pembelajaran dengan me-tode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami atau melakukan percoba-an sendiri baik secara individual maupun kelompok kecil.

Ada dua istilah berbeda yang sering digunakan berkaitan dengan meto-de eksperimen ini, yaitu praktikum (practical work) dan eksperimen. Prakti-kum lebih cenderung untuk membangun keterampilan menggunakan alat-alat IPA atau mempraktikkan suatu teknik/prosedur tertentu. Sedangkan eksperi-men bertujuan untuk mengetahui/menyelidiki sesuatu yang baru mengguna-kan alat-alat sains tertentu. Baik praktikum maupun eksperimen memegang peranan yang penting dalam pendidikan sains, karena dapat memberikan la-tihan metode dan sikap ilmiah bagi siswa.

Dalam menyusun petunjuk praktikum/eksperimen, guru harus dapat me-nyajikan lembar kerja siswa (LKS) yang mengajak siswa berpikir dalam me-laksanakan tugas prakteknya. Perlu dihindarkan LKS yang berbentuk cookbook, yang petunjuknya begitu lengkap sehingga siswa hanya bekerja seperti mesin dan tidak ada peluang untuk melatih kemampuan berpikir, bersikap dan ber-tindak yang ilmiah dan efektif.

4.   Metode Diskusi
Metode ini sangat baik untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi. Dalam pelaksanaannya terjadi interaksi siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa. Menurut Webb (1985), metode diskusi seba-gai pilihan mengajar bertujuan untuk: (1) meningkatkan interaksi antara sis-wa-siswa serta siswa-guru; (2) meningkatkan hubungan personal; dan (3) me-ningkatkan keterampilan siswa dalam berpikir, serta berbicara menyampaikan pendapat di muka umum.

Diskusi dapat dibedakan menjadi diskusi kelompok dan diskusi kelas. Biasanya diskusi terjadi dengan diawali adanya permasalahan. Permasalahan yang akan didiskusikan dapat dilontarkan guru secara lisan pada awal pembe-lajaran atau dalam bentuk tertulis dalam LKS. Permasalahan yang diberikan dapat sama untuk semua kelompok ataupun berbeda-beda. Hasil diskusi ke-lompok umumnya didiskusikan dalam diskusi kelas.

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam penggunaan metode dis-kusi, sebaiknya guru menelaah terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai me-lalui pelaksanaan diskusi, serta memilih topik-topik yang sekiranya dapat di-kembangkan melalui metode ini. Selain itu dukungan dan perhatian guru pa-da pelaksanaan diskusi dapat berupa menyiapkan suasana kelas untuk pelak-sanaaan diskusi yang efektif serta menyiapkan dan menggunakan format pe-nilaian dalam pelaksanaaan diskusi.

5.  Metode Proyek
Metode ini digunakan untuk menyalurkan minat siswa yang berbeda-beda. Dalam pelaksanaannya sekelompok anak mendapat tugas untuk menye-lesaikan proyek yang dipilihnya sendiri setelah dikonsultasikan ke gurunya. Tugas guru adalah memberi petunjuk mengenai segala sesuatu yang perlu di-pelajari, dibaca, serta dicari keterangannya.

Suatu proyek harus direncanakan dengan baik meliputi langkah kerja, jadwal penggunaan waktu, dan pembagian tugas dalam kelompok. Penyele-saian suatu proyek dilakukan secara kolaboratif.

Untuk mencapai hasil yang optimal, guru dalam hal pelaksanaan meto-de ini selalu mengevaluasi ketercapaian dari target yang telah dijadwalkan. Pada akhir suatu periode guru harus berusaha memfasilitasi kelompok siswa untuk memamerkan hasil kerjanya kepada kelompok lain, kelas lain atau ling-kungan yang lebih luas lagi.

6.   Metode Karyawisata
Lingkungan dan masyarakatnya dapat digunakan untuk area belajar siswa, jadi siswa tidak hanya belajar di dalam kelas. Melaksanakan karyawisata adalah suatu cara untuk memperluas pengalaman siswa, berupa kunjungan yang direncanakan ke suatu objek untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memperoleh informasi yang diperlukan.

Suatu karyawisata akan berhasil mencapai tujuan yang diharapkan apa-bila guru mempersiapkan sebaik-baiknya. Untuk itu guru perlu mengetahui apa yang akan dilihat siswa dan informasi apa yang akan didapat. Jika me-mungkinkan guru sebaiknya mengadakan survey awal ke objek karyawisata yang akan dikunjungi, untuk mendapatkan informasi seperlunya mengenai hal-hal yang dapat dimanfaatkan siswa untuk dipelajari. Setelah itu guru me-ngadakan perencanaan pengaturan waktu, jumlah siswa yang akan diikutser-takan, peralatan yang diperlukan, serta bentuk tugas yang diberikan ketika siswa melaksanakan karyawisata. Bentuk tugas tersebut dapat diperuntukkan bagi individual ataupun kelompok.

Hasil dari pelaksanaan karyawisata selain dilaporkan dalam bentuk kar-ya tulis, sebaiknya dibahas dalam diskusi kelas sehingga menghasilkan suatu persepsi yang benar dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Persepsi tersebut terutama merupakan materi penunjang yang dapat memperluas wa-wasan siswa terkait dengan konten dalam materi pembelajaran.

7.  Metode Penugasan
Pembelajaran menggunakan metode penugasan berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar secara mandiri. Belajar mandiri ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Selain ke-mandirian, metode ini juga merangsang siswa untuk belajar lebih banyak dari berbagai sumber, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, serta membi-na kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi.

Pemberian tugas yang dilakukan guru harus terdeskripsikan dengan je-las dan terevaluasi dengan benar. Setelah tugas dievaluasi, guru dituntut un-tuk memberikan timbal balik yang dapat memperbaiki pemahaman ataupun cara penyelesaian masalah yang dimiliki siswa. Apabila tugas harus diselesai-kan secara berkelompok, sebaiknya guru juga mendeskripsikan tugas untuk anggota kelompok agar terhindar adanya siswa yang tidak turut ambil bagian dalam pelaksanaan tugas kelompok.

Dengan metode pemberian tugas, sumber belajar bagi siswa tidak hanya berasal dari guru. Selain itu sumber belajar, khususnya berupa buku pegang-an seharusnya dioptimalkan penggunaannya oleh siswa untuk belajar mandiri melalui tugas belajar yang dikontrol oleh guru.

Tidak ada komentar: